Sajadah Muslim ~ Setiap nabi, dalam menyampaikan dakwahnya, selalu menghadapi tantangan dari musuh-musuh Allah. Untuk menghadapi tantangan tersebut, Allah SWT telah membekali mereka secara mukjizat yakni sesuatu yang dapat melemahkan musuh, baik dari sisi kekuatan maupun kecerdikan, lahir maupun bathin.
Ada dua macam mukjizat, yaitu hissi dan ma’nawi. Mukjizat hissi adalah mukjizat yang dapat di indra. Bisa dilihat oleh mata, didengar oleh telinga, dicium oleh hidung, diraba dengan tangan dan dirasa oleh lidah.
Jenis mukjizat ini diberikan Allah kepada para nabi-Nya untuk mengahadapi kaum yang biasa, yakni mereka yang tidak terbiasa mempergunakan kecerdasan pikiran, tidak cukup dalam mempergunakan mata hati, dan yang rendah budi dan akhlaknya.
Adapun mukjizat ma’nawi adalah mukjizat yang tidak mungkin dapat dicapai hanya dengan kekuatan panca indra semata, melainkan harus dicapai dengan mengandalkan kecerdasan pikiran dan kejernihan hati. Hanya mereka yang berpikiran sehat, memiliki mata hati yang jernih, berbudi luhur, cerdas dan berlaku jujur saja yang dapat menangkap mukjizat tersebut.
Para nabi dan rasul yang datang sebelum Nabi Muhammad kebanyakan diberi mukjizat yang bersifat hissi. Adapun Nabi Muhammad diberi keistimewaan, beliau diberikan kedua-duanya, baik yang bersifat hissi maupun ma’nawi, yakni al-qur’an. Itulah mukjizat terbesar dan teragung sepanjang sejarah manusia.
Kitab Agung, Di Bulan Agung
Kitab yang agung ini sengaja diturunkan oleh Yang Maha Agung, Allah pada bulan yang agung, Ramadhan, maka siapa yang mengagungkannya pada bulan yang agung ini akan mendapat keagungan kebesaran, dan berbagai keistimewaan lainnya.
Beberapa tahun ini, semangat kaum Muslim dalam mengagungkan al-qur’an di bulan Ramadhan sangat menggembirakan. Acara televisi yang biasanya dinodai dengan berbagai goyangan (laghwun) kini telah banyak diwarnai oleh berbagai lomba tartil dan tahfizh al-qur’an, baik anak-anak maupun orang dewasa.
Tradisi mengagungkan al-qur’an di bulan Ramadhan itu sudah ada sejak zaman Rasulullah dan para Sahabatnya, bahkan secara khusus malaikat Jibril datang untuk mengecek bacaan Nabi Muhammad dari awal hingga akhir.
Kalau pada hari-hari biasa Nabi Muhammad senantiasa me-wiridkan bacaan al-qur’an, maka khusus pada bulan Ramadhan beliau lebih menseriusinya. Begitu seriusnya interaksi itu, beliau sampai bersabda “Ibadah umatku yang paling utama adalah membaca Al-Qur’an” (Riwayat Abu Nu’aim).
Di dalam al-Qur’an sendiri juga memang banyak dijumpai ayat yang menjelaskan tentang keistimewaan untuk membaca al-qur’an salah satunya adalah:
Sesungguhnya orang-orang yang membaca, kitab Allah (al-qur’an), mendirikan shalat, dan membelanjakan sebagian rezeki yang kami berikan kepada mereka dengan diam-diam atau terang-terangan, mereka itu mengharapkan perniagaan yang tidak pernah merugi. (Qs At. Fathir ayat 29).
Membaca al-Qur’an dan bertaddarus (mempelajari isinya) lebih-lebih di bulan Ramadhan sebagai bulan diturunkannya al-Qur’an, selain menjadi amalan ibadah utama, ia juga akan mendatangkan keuntungan yang mengandung nilai-nilai ruhaniyah.
Rasulullah bersabda; “Orang-orang yang berkumpul dalam masjid dan mereka membaca Kitab Allah dan mempelajarinya bersama-sama, maka kepada mereka akan diturunkan ketenangan jiwa, diberi kelimpahan rahmat, di kelilingi malaikat, dan disebutkan namanya oleh Allah kepada orang-orang di sekitarnya (Riwayat Muslim).
Kemukjizatan al-Qur’an ternyata tak hanya bisa dinikmati kaum Muslim semasa hidup di dunia, akan tetapi akan berlanjut sampai di akhirat kelak. Ketika itu al-Qur’an akan menjadi pertolongannya, Rasulullah bersabda; “Bacalah al-Qur’an, karena sesungguhnya ia akan mendatangi orang yang membacanya itu pada hari Kiamat sebagai pemberi syafaat.” (Riwayat Muslim)
Hakikat Mengagungkan Al-Qur’an
Hakikat mengagungkan al-Qur’an adalah dengan mencintainya karena Allah. Sebab, orang yang mencintai Allah pasti mencintai al-Qur’an, orang yang mengaku cinta kepada Allah, tapi tidak mencintai al-Qur’an, maka sama saja bohong. Mereka sesungguhnya sekedar berangan-angan (tamanniy), mereka tidak beriman, tapi sekadar berkhayal.
Para salafush-shalih merasakan makna cinta kepada al-Qur’an, hingga mereka gemar membacanya, seolah-olah mereka menjumpai hal yang gaib dan asing. Al-Qur’an yang dibacanya seolah surat cinta dari Allah yang ditujukan hanya kepadanya.
Hasan bin Ali ra berkata; “Sesungguhnya orang-orang sebelum kamu memandang al-Qur’an sebagai risalah Tuhan yang mereka selalu tafakkur mengenai risalah- risalah itu pada malam hari dan mencari-cari pada siang harinya.”
Mengapa kita wajib mengagungkan al-Qur’an? Karena al-Qur’an itu merupakan mereka mempunyai penghormatan dan pengagungan Allah kepada manusia. Ibnu Shalah berkata; “Bacaan al-Qur’an itu mulia, dan Allah memuliakan manusia dengannya.”
Rasulullah bersabda; “Sesungguhnya Allah, dengan kitab ini (al-Qur’an) meninggikan derajat sebagaian kaum dan menjatuhkan derajat kaum lainnya.” (Riwayat Muslim).
Kenyataannya memang orang yang memuliakan al-Qur’an akan dimuliakan oleh Allah, sebaliknya orang yang menghinakan al-Qur’an akan dihinakan oleh Allah. Orang yang mengagungkan al-Qur’an akan menjadi agung. Sedang orang yang merendahkan al-Qur’an akan direndahkan juga oleh Allah.
Para pengagung al-Qur’an adalah orang-orang pilihan di antara orang-orang yang terpilih, dan terbaik di antara yang terbaik. Di mata Rasulullah mempunyai kedudukan khusus. Mereka tak sekadar sahabat biasa, tapi adalah sahabat khusus di antara yang khusus, yakni ahlullah (”keluarga”Allah).
Rasulullah pada suatu ketika berkata kepada para sahabatnya. “Sesungguhnya Allah memiliki dua kelompok orang yang mempunyai kedudukan di hadirat-Nya”. Sahabat lalu bertanya, “Siapakah mereka itu wahai Rasulullah?
Beliau menjawab, “Golongan pecinta al-Qur’an, mereka adalah golongan Allah dan golongan yang khusus bagi-Nya.”
Apakah kita tidak ingin menjadi ahlullah? Siapapun pasti mau. Kita pasti diterima sebagai ahlullah, asal ada keseriusan dan kesungguhan hati untuk mengagungkan al-Qur’an.
Tak jadi soal, apakah kita termasuk orang yang mahir membaca al-Qur’an atau belum Rasulullah bersabda; “Orang yang pandai membaca al-Qur’an (mahir) bersama malaikat yang mulia lagi berbakti. Adapun orang yang sulit dan terbata-bata, maka ia mendapatkan dua pahala.” (Riwayat Bukhari dan Muslim).
Seorang mukmin yang mengagungkan al-Qur’an menurut al-Ghazali, akan menjunjung kemuliaannya dengan bersungguh-sungguh untuk memusatkan segala perhatian dan kehendak kepadanya. Yakni dengan selalu membaca dan berusaha memahami maksud ayat-ayatnya serta menangkap makna yang tersirat di dalamnya dengan menghadirkan hati dan meninggalkan segala hal yang mengganggu pikiran.
Mengagungkan al-Qur’an juga meniscayakan keyakinan bahwa ketika ia membaca dan men-tadabburi-nya ayat-ayat itu ditujukan untuk dirinya, apabila menjumpai perintah atau larangan, sesungguhnya dialah yang diperintah dan dilarang.
Apabila mendengar janji gembira atau ancaman, itu semua juga untuk dirinya sendiri. Ketika menjumpai ayat-ayat kabar gembira, hatinya bahagia, sebaliknya jika menjumpai ayat-ayat ancaman, hatinya takut dan gemetar.
Bila membaca ayat-ayat pujian dan janji-janji Allah untuk orang yang shaleh, ia tidak segera beranggapan atau merasa termasuk golongan itu. Namun ia menyakini kebenaran janji-janji Allah tersebut dan berusaha memperbaiki diri hingga termasuk golongan orang-orang yang shaleh.
Sebaliknya, bila membaca ayat-ayat yang mencela orang-orang yang bermaksud dan lalai, ia merasa dirinya termasuk di dalamnya. Allahu a’lam bish-Shawab...
Thanks for reading Surat Cinta Allah Kepada Hamba-Nya. Please share...!
0 Comment for "Surat Cinta Allah Kepada Hamba-Nya"