Sajadah Muslim ~ Sebagai agama yang bersandar pada prinsip tawassuth (pertengahan), syariat Islam sangat menjauhi perbuatan berlebih-lebihan (israf) dalam suatu amal perbuatan. Termasuk dalam hal ibadah puasa, Nabi Muhammad saw sebagai seorang figur umat yang telah memberi teladan yang nyata dalam prinsip tawassuth tersebut.
Hal penting, sebab tak sedikit umat Islam terjebak budaya konsumerisme dan materialisme dalam ibadah puasa, terkhusus pada Ramadhan, Fenomena pasar-pasar dan mal-mal yang kian sesak di bulan puasa menjadi indikasi jelas dari budaya yang tengah berkembang itu.
Untuk hal berbuka puasa, misalnya, sahabat Anas bin Malik menceritakan, Rasulullah saw berbuka puasa dengan ruthab (kurma basah) sebelum shalat maghrib. Kalau tidak ada ruthab, beliau memakan tamr (kurma kering) dan kalau tidak ada tamr, Nabi Muhammad saw meminum air seteguk (riwayat al-Bukhari dan Muslim)
Sedang dalam urusan makan sahur, Nabi bersabda: “Makan sahurlah, karena sesungguhnya pada makan sahur itu ada berkahnya.” (riwayat al-Bukhari dan Muslim).
Bedanya untuk meraup keberkahan tersebut, Nabi Muhammad saw dan para sahabat menyegerakan berbuka (ketika matahari telah terbenam) dan mengakhirkan makan sahur (hingga menjelang waktu fajar).
Dalam Hadits yang lain, nabi Muhammad saw juga mengingatkan. “Tidak ada tempat paling buruk yang dipenuhi isinya oleh manusia, kecuali perutnya. Sebenarnya cukuplah baginya beberapa suapan untuk menegakkan punggungnya.
Kalaupun ia ingin makan, hendaknya ia atur dengan cara sepertiga untuk minumannya, dan sepertiga lagi untuk nafasnya.” (riwayat Ahmad dan an-Nisa’i).
Sombong Dan Berlebih-Lebihan
Mencermati beberapa hadits diatas, hendaknya umat Islam memahami substansi perbuatan yang diteladankan oleh Nabi Muhamamad saw, yaitu setiap amalan seharusnya berorientasi untuk mendulang berkah puasa secara maksimal, terkhusus di bulan Ramadhan. Bukan sekedar persoalan memenuhi perut atau membasahi tenggorokan yang kerontang akibat kehausan.
Selain karena tidak sejalan dengan sunnah Rasulullah saw, terkadang hal itu justru mengantar seorang Muslim terjatuh kepada dosa berikutnya, yaitu boros (tabdzir) dan berlebih-lebihan (israf). Kebiasaan tersebut adalah perbuatan yang terlarang dalam agama bahkan membuatnya sekawan dengan setan, demikian al-qur’an menerangkan.
Firman Allah: “Hai anak adam pakailah pakaianmu yang indah disetiap (memasuki) masjid, makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan.” (QS Al-A’raf ayat 31).
Sebagian orang-orang shaleh terdahulu (salafush shalih) berpendapat, Allah mengumpulkan segenap unsur kesehatan pada sepotong ayat tersebut. Makan dan minumlah serta janganlah berkelebihan di dalamnya. Ibnu Abbas berkata, makanlah semaumu, berpakaianlah seinginmu! Aku tidak menyalahkan kalian kecuali pada dua perkara karena sombong dan berlebih-lebihan.
Dalam riwayat yang lain Ibnu Abbas memberi nasihat sesungguhnya Allah menghalalkan makan dan minum sepanjang tidak mengundang unsur kesombongan dan berlebihan di dalamnya. (Tafsir al-qur’an al-Adzim, Ibn Katsir)
Terakhir, senada dengan itu, Allah juga berfirman, “Dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secar boros. Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara setan dan setan itu adalah sangat ingkar kepada Tuhan-Nya.” (QS Al-Isra ayat 26-27).
Sumber: Majalah Mulia, Berbagi Kemuliaan Hidup
Thanks for reading Ramadhan Sederhana Ala Rasulullah. Please share...!
0 Comment for "Ramadhan Sederhana Ala Rasulullah"