Sajadah Muslim ~ Assalamu’alaikum wr. wb. Alhamdilillahi was sholatu was salaamu ‘alaa rosulillahi wa’alaa aalihi wa sohbihi wa maw waalaah. Amma ba’du.
Yang saya muliakan dan saya taati para alim ulama, para pejabat pemerintah baik sipil maupun militer, para ustadz dan ustadzah, para bapak, ibu, hadirin dan hadirat yang saya muliakan.
Mengawali pertemuan kita melalui mimbar kultum kali ini, pertama-tama, marilah kita panjatkan puji syukur kepada Allah, karena atas rahmat, taufiq dan petunjuk-Nya, kita dapat berkumpul dalam tempat yang baik ini tanpa ada suatu halangan apapun. Shalawat dan salam, semoga senantiasa dilimpahkan kepada junjungan Nabi Besar Muhammad SAW. Sebab beliau kita dapat mengetahui yang hak dan yang batil, yang halal dan yang haram, antara jalan menuju ke surga dan jalan menuju ke neraka.
Bapak, ibu, hadirin dan hadirat sekalian yang saya muliakan
Ada sebuah pepatah yang begitu indah dan masyhur: “Sesungguhnya diri (an-nafs) itu bagaikan kota (madinah), kedua tangan, kedua kaki dan seluruh anggota badan merupakan wilayahnya, kekuatan nafsu adalah walikotanya, kekuatan angkara murka adalah polisinya, sementara hati merupakan rajanya dan akal sebagai perdana menterinya.”
Hati (Raja), dialah yang mengatur mereka semua, sehingga kerajaan dan situasinya menjadi stabil. Sebab, walikotanya, yaitu nafsu, mempunyai watak pembohong, berlebihan dan suka mencampur adukkan perkara yang hak dan yang batil. Polisinya, sang angkara-murka, berwatak kejam, suka berkelahi dan perusak. Jika sang raja membiarkan mereka dalam kondisi tabiat mereka masing-masing, maka kota menjadi hancur berantakan.
Raja harus bermusyawarah dengan perdana menteri, lalu menempatkan wali kota dan polisi di bawah kendali perdana menteri. Sehingga keadaan kerajaan akan mantap dan kota pun menjadi maju dan makmur. Begitu pula halnya dengan hati, ia mesti minta pertimbangan pada akal, lalu menempatkan nafsu dan angkara-murka di bawah kendali dan perintah akal, sehingga keadaan diri menjadi stabil dan kebahagian akan tercapai, pengenalan ke hadirat Illahi dapat tercapai. Seandainya akal ditempatkan di bawah kekuasaan angkara-murka dan nafsu, maka diri manusia menjadi binasa dan di akhirat hatinya pun akan menderita.
Bapak, ibu, hadirin dan hadirat sekalian yang saya muliakan
Hati diciptakan untuk memandang keindahan hadirat Ilahi. Maka barangsiapa yang bersungguh-sungguh di dalam persoalan ciptaan yang satu ini, maka dia hamba yang sebenarnya, memfokuskan orientasi ke hadirat Illahi. Allah SWT berfirman:
“Aku tidak menciptakan jin dan manusia kecuali supaya mereka beribadah (menyembah) pada-Ku.” (QS. Adz-Dzariyat: 56)
Allah menciptakan hati dan memberinya kekuasaan serta pasukan, dan Ia menjadikan diri (an-nafs) sebagai kendaraannya, sehingga dengan mengendarainya dia dapat meninggalkan alam debu pergi menuju ketinggian yang tertinggi. Jika hati ingin melaksanakan kewajiban sebagai makhluk yang mendapatkan nikmat ini, dia harus duduk seperti raja ditengah-tengah kerajaannya. Menjadikan hadirat Illahi sebagai kiblat dan tujuannya, akhirat sebagai kampung dan kediamannya, dan diri (an-nafs) sebagai kendaraannya, dunia sebagai tempat persinggahannya, kedua tangan dan kaki sebagai pelayan-pelayannya, akal sebagai perdana menterinya, nafsu sebagai pejabatnya, angkara-murka sebagai polisinya dan indera sebagai mata-mata. Masing-masing diserahi tugas sesuai dengan wilayahnya sendiri-sendiri, mengumpulkan data-data yang diperlukan, untuk segera diserahkan kepada sang hati. Daya khayal berada di depan otak, bertindak sebagai komandan yang mengumpulkan informasi dan mata-mata. Daya ingat berada di tengah-tengah benak, sebagai penanggung jawab administrasi yang mengumpulkan catatan-catatan dari tangan sang komandan, menyimpannya, lalu mengajukannya pada sang akal. Apabila informasi-informasi itu telah sampai pada perdana menteri, maka dia akan melihat kerajaan berada dalam kondisinya normal dan stabil.
Ketika kita melihat ada salah satu di atara mereka yang membelot, berarti ia telah durhaka dan berlaku khianat dengan melakukan desersi, seperti yang dilakukan nafsu atau angkara-murka misalnya. Karenanya kita harus melakukan mujahadah untuk melakukan bimbingan dan pembinaan secara sungguh-sungguh dengan tidak membunuhnya, sebab kerajaan tidak akan stabil tanpa keduanya. Jika semua itu dapat kita lakukan dengan baik, tentu kita akan senang dan berarti telah menunaikan hak kenikmatan. Sehingga pada saatnya kita berhak memperoleh mahkota. Jika tidak, kita pun menjadi orang yang celaka dan mendapat hukuman siksa.
Bapak, ibu, hadirin dan hadirat sekalian yang saya muliakan
Demikianlah kultum yang dapat saya sampaikan dalam kesempatan yang mulia ini, semoga Allah senantiasa menganugerahkan rahmat, taufiq dan hidayah-Nya kepada kita semua, amin. Akhirnya, terima kasih atas perhatiannya dan mohon maaf atas kesalahan dan kurang lebihnya. Hadanallah waiyyakum ajma’in was salamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Oleh Ustadz Abdullah Farouk & Ustadz MS. Ibnu Hasan
Labels:
Kumpulan Ceramah Kultum
Thanks for reading Kultum: Jagalah Hati. Please share...!
0 Comment for "Kultum: Jagalah Hati"