Sajadah Muslim ~ Saat darah atau bercak berupa flek yang menandakan seorang perempuan haid tidak ada lagi, wajib baginya untuk segera bersuci. Ini dilakukan agar ia bisa kembali seperti semula mengerjakan amalan ibadahnya. Jika hal tersebut tidak cepat dilakukan, ini dihukumi berdosa lantaran sengaja menunda-nunda kewajiban beribadah. Sebagimana sabda Rasulullah saw, “Apabila kamu sedang mengalami haid, maka tinggalkanlah shalat dan apabila telah berhenti, maka mandi dan shalatlah” (HR. Bukhari)
Baca Haid dan Istihadhah
Sebagaimana diketahui bahwa haid adalah salah satu, najis yang menghalangi wanita untuk melaksanakan ibadah shalat dan puasa. Maka bila ia telah selesai dari haid, ia pun diperintahkan untuk segera bersuci, atau lazimnya disebut mandi haid. Mandi haid bukan sekedar mandi biasa, melainkan mandi dengan serangkaian tata cara khusus yang menandakan bahwa seorang wanita haid telah suci dari haidnya. Dengan begitu, ia bisa kembali melaksanakan ibadahnya, baik ibadah wajib maupun yang sunnah.
Beberapa ketentuan yang dijabarkan berikut adalah cara-cara yang dianggap baik menurut para ulama yang juga disandarkan pada sejumlah hadits-hadits Nabi. Dengan melaksanakannya, kaum perempuan yang bersuci dari haidnya diharapkan lebih paripurna dalam menjalankan ibadah. Berada dalam kondisi yang suci, serta siap secara lahir maupun batin kembali beribadah.
CARA MANDI HAID
Dalam Fiqih Lima Mazhab karya Muhammad Jawad Mughniyah, tata cara mandi haid adalah sama dengan mandi junub, baik dari segi airnya, wajib dengan menggunakan air mutlak (suci dan mensucikan), wajib suci badannya, dan tidak ada sesuatu yang mencegah sampainya air ke badan, niat, memulai dari kepala, kemudian dari bagian tubuh yang kanan, lalu bagian tubuh yang kiri. Hal ini disepakati oleh imam mazhab yang empat (mazhab Syafi’i, Maliki, Hanbali dan Hanafi). Adapun mazhab Imamiyah menyatakan, dengan menceburkan semua badan sekaligus ke dalam airpun sebenarnya sudah cukup (dianggap telah bersuci).
Selain pendapat imam mazhab di atas, kesimpulan dari beberapa hadits pun menekankan hal-hal sebagai berikut :
- Membaca basmalah, dengan niat menghilangkan hadits besar melalui mandi. Selanjutnya membasuh kedua telapak tangan tiga kali
- Lalu beristinja dan membersihkan segala kotoran yang terdapat pada kemaluan.
- Disunnahkan untuk berwudhu dan menyempurnakan wudhunya (dimulai dengan bagian yang kanan ), seperti hendak melaksanakan shalat. Akan tetapi, bila tidak memungkinkan, berkumur dan ber-istinja disela-sela kegiatan sebelum mandi pun dianggap telah mencukupi.
- Menyiramkan air ke atas kepala tiga kali, menggosok-gosokkannya sampai air mengenai pangkal rambut. Lalu mengguyurkan air ke badan, dimulai dengan bagian yang kanan, lalu dilanjutkan dengan bagian yang kiri..Alangkah baiknya ketika menyela-nyela rambut tersebut dicampur dengan sabun, shampo atau alat pembersih lainnya.
Dari Aisyah ra, beliau berkata, “Kami (istri-istri Nabi), apabila salah seorang diantara kami junub, maka dia mengambil (air) dengan kedua telapak tangannya tiga kali lalu menyiramkannya di atas kepalanya, kemudian dia mengambil air dengan tangannya lalu menyiramkannya ke bagian tubuh kanan dan dengan tangannya yang lain ke bagian tubuh yang kiri,” (HR. Bukhari dan Abu Daud).
Saat mandi, penting juga diperhatikan bagian ketiak, lutut, dan pusar, sehingga bagian-bagian tersebut benar-benar terkena air. Demikian juga dengan kulit kepala. Tidak wajib membuka jalinan rambut, ketika mandi (terutama jika jalinan rambut sulit untuk diurai), jalinan rambutnya ketika mandi karena junub, berdasarkan hadits berikut. Aku (Ummu Salamah) berkata “Wahai Rasulullah aku adalah seorang wanita, aku menguatkan jalinan rambut-ku, maka apakah aku harus menguraikannya untuk mandi karena junub?” Beliau bersabda : “Tidak, cukup bagimu menuangkan air ke atas kepalamu tiga kali kemudian engkau mengguyurkan air ke badanmu, kemudian engkau bersuci.” (HR. Muslim, Abu Daud, an Nasa’i Tirmidzi).
Senada dengan hal di atas, Syaikh Mushthafa Al-Adawy pun menyatakan bahwa, “Wajib bagi wanita untuk memastikan sampainya air ke pangkal rambutnya pada waktu mandinya dari haid, baik dengan menguraikan jalinan rambut atau tidak. Apabila air tidak dapat sampai pada pangkal rambut kecuali dengan menguraikan jalinan rambut, maka dia (wanita tersebut) menguraikannya bukan karena menguraikan jalinan rambut adalah wajib tetapi agar air dapat sampai ke pangkal rambutnya. Wallahu A’lam “(Dinukil dari Jaami’ Ahkaam An-Nisaa).
Dari Aisyah bahwa seorang wanita bertanya kepada Nabi saw, tentang mandi dari haid. Maka Rasulullah pun memerintahkan tata cara bersuci dan bersabda: “Hendaklah dia mengambil sepotong kapas atau kain yang diberi minyak wangi kemudian bersucilah dengannya. Wanita itu berkata ; “Bagaimana caranya aku bersuci dengannya?” Ia bersabda, “Maha Suci Allah, bersucilah!” Maka Aisyah menarik wanita itu kemudian berkata: “Ikutilah (usaplah) olehmu bekas darah itu dengannya (potongan kain/kapas)” (HR. Muslim).
Namun jika sejumlah wangi-wangian tersebut tidak ada, air pun sebenarnya sudah dianggap cukup sebagaimana disebutkan dalam hadits riwayat Asma’. Hendaklah salah seorang di antara kalian mengambil daun bidara dan air, kemudian bersuci dengannya sebaik mungkin. Setelah itu menyiramkan air ke kepala, dan memijatnya dengan kuat, sehingga meresap sampai ke kulit kepala, lalu menyiramkan air ke seluruh tubuhnya dan setelah itu mengambil potongan kain yang diberi parfum. Kemudian menggunkannya untuk bersuci (HR. Muslim).
Hal serupa juga diperjelas dalam Jaami” Ahkaam an-Nisaa” dimana An Nawawi mengatakan : “Jumhur ulama berkata (bekas darah) adalah farji (kemaluan)” Ia menambahkan : “Di antara sunnah bagi wanita yang mandi dari haid adalah mengambil minyak wangi kemudian menuangkan pada kapas, kain atau semacamnya, lalu memasukkannya ke dalam farjinya setelah selesai mandi, hal ini disukai juga bagi wanita-wanita yang nifas karena nifas adalah haid.”
YANG MAKRUH SAAT MANDI
Mandi di tempat yang mengandung najis. Karena di khawatirkan najis tersebut akan mengenai tubuhnya. Mandi di air yang tidak mengalir. Sebagaimana hadits Nabi saw, “Janganlah salah seorang di antara kalian mandi dalam air yang tidak mengalir, sementara pada saat itu ia dalam keadaan junub.” (HR. Muslim).
Wajib mandi dibalik tabir. Sebagaimana sabda Rasulullah saw, “Sesungguhnya Allah ‘Azza wa Jalla itu Maha Malu dan Dia sangat mencintai rasa malu. Karena itu, apabila salah seorang di antara kalian mandi, maka hendaklah ia menutup diri dari pandangan orang lain.” (HR. Abu Daud).
Makruh berlebih-lebihan dalam menggunakan air. Sabda Rasulullah saw menyebutkan, “Janganlah kalian berlebih-lebihan di dalam menggunakan air, meskipun pada saat itu berada di sungai yang airnya mengalir.
JUNUB SAAT HAID
Bila seorang wanita yang sedang menjalani masa haid memiliki kewajiban untuk mandi junub, maka ia tidak harus mandi sampai haidnya selesai. Apabila ia tetap melaksanakan mandi junub ketika sedang menjalani masa haid, maka mandinya dianggap sah dan dapat menghilangkan junubnya, sementara hukum haid masih berlaku hingga masa haidnya selesai.
Sumber : Fikih Nisa, Seputar Problematika Ibadah Kaum Muslimah
Labels:
Masalah Haid
Thanks for reading Cara Bersuci Setelah Masa Haid. Please share...!
0 Comment for "Cara Bersuci Setelah Masa Haid"