Sajadah Muslim ~ Alhamdulillahi was sholatu was salaamu ‘alaa rosulillahi wa’alaa aalihi wa sohbihi wa maw waalaah. Amma ba’du.
Yang saya muliakan dan saya taati para alim ulama, para pejabat pemerintah baik sipil maupun militer, para ustadz dan ustadzah, para bapak, ibu, hadirin dan hadirat yang saya muliakan.
Mengawali pertemuan kita melalui mimbar kultum kali ini, pertama-tama, marilah kita panjatkan puji syukur kepada Allah, Tuhan sarwa sekalian alam. Shalawat dan salam, semoga senantiasa dilimpahkan kepada junjungan besar Nabi Muhammad SAW. Sebab beliau kita dapat mengetahui yang hak dan yang batil, yang halal dan yang haram, antara jalan menuju ke surga dan jalan menuju ke neraka.
Saudara, bapak, ibu sekalian yang saya hormati
Harta benda yang kita miliki adalah anugrah Allah yang harus kita kelola secara benar dan kita tumbuhkan kesukaan untuk menafkahkan dan membelanjakannya di jalan Allah, sebelum datang jalan penyesalan, yang tak memberikan kesempatan barang sedikitpun untuk menginfaqkannya, walaupun kemauan dan keinginan untuk berinfaq itu begitu besar. Renungkanlah firman Allah swt. Ini:
“Dan belanjakanlah sebagian dari apa yang Kami berikan kepadamu sebelum datang kematian kepada salah seorang di antara kamu; lalu ia berkata: ‘Ya Tuhanku, mengapa Engkau tidak menangguhkan (kematian)ku sampai waktu yang dekat, yang menyebabkan aku dapat bersedekah dan aku termasuk orang-orang yang saleh.” (QS. Al-Munafiqun: 10)
Sebelum kita mengalami penyesalan yang begitu besar dan mendalam, sebagaimana yang dijelaskan dalam ayat tersebut, maka tidak ada jalan lain melainkan kita harus membiasakan diri gemar berinfaq. Karena sesal kemudian tiada berguna, apalagi sebuah penyesalan yang tidak memberikan toleransi barang sejenakpun kepada kita buat beramal. Mumpung kesempatan beramal dan berinfaq masih ada, janganlah kita menyumbat atau menutup kran kenikmatan harta anugrah Allah buat yang sangat membutuhkan dan kesulitan mendapatkannya.
Harta benda adalah titipan Allah yang sekaligus merupakan anugrah kenikmatan dari Allah yang harus disyukuri. Jangan sampai kita lupa diri dan beranggapan seolah-olah harta benda yang diperoleh itu semata-mata karena usaha kita semata dan bukan pemberian Allah swt. Memang ada mereka menonjolkan jerih payah dan usaha yang dilakukan dari pada sumber pemberiannya, yaitu Allah swt. Mereka baru disadarkan bahwa semua harta itu adalah pemberian dan milik Alah swt. Menjelang detik-detik kematiannya, pada saat sakaratul maut itulah mereka baru sadar dan ingin menafkahkan semua harta bendanya di jalan Allah. Tetapi kesempatan itu sudah tertutup baginya, dan mereka pun mati dengan penuh penyesalan dan berwajah murung.
Apabila manusia lebih mengedepankan dan membanggakan usaha dan kemampuannya atas harta yang didapatkan, serta memandang remeh dan tidak sadar bahwa sesungguhnya yang memberi semua yang diperoleh itu adalah Allah swt, maka muncullah manusia-manusia egois yang hanya mementingkan diri pribadi, mereka tidak mau tahu keadaan sekeliling, apalagi hal-hal yang berkaitan dengan agama. Jadilah mereka sebagai manusia bakhil dan kikir. Mereka tidak sadar bahwa sebenarnya dalam harta yang dimilikinya itu terdapat hak-hak orang lain, seperti fakir miskin, anak yatim, janda-janda dan orang-orang jompo yang tak kuat berusaha. Secara tegas telah dinyatakan di dalam Al-Qur’an bahwa dalam harta orang-orang kaya atau para aghniya’ terdapat hak fakir miskin yang harus diberikan kepada mereka. Allah swt Berfirman:
“Dan pada harta-harta mereka ada hak untuk orang miskin yang meminta dan orang miskin yang tidak mendapat bagian.” (QS. Adz-Dzariyat: 19)
Saudara, bapak, ibu sekalian yang saya hormati
Allah swt memberikan gambaran tentang perumpamaan pelipat gandaan pahala bagi orang menginfaqkan harta bendanya di jalan Allah, sebagaimana yang dijelaskan dalam ayat 261 dari surat Al-Baqarah, yang artinya: “Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap butir seraut biji, Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui.” (QS. Al-Baqarah: 261)
Sebagai orang yang beriman kita harus meyakini kebenaran ayat tersebut, yang secara jelas, bahwa Allah akan melipat gandakan pahala orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah sebanyak tujuh ratus kali lipat, bahkan jadi lebih banyak dari itu bagi siapa yang dikehendaki-Nya.
Oleh karena itu, marilah kita berusaha sekuat tenaga untuk membiasakan diri gemar berinfaq dan berlomba-lomba dalam melakukan kebajikan, agar kita mendapatkan pengampunan dan pahala surga yang kita dambakan. Allah swt berfirman yang artinya:
“Dan bergegaslah kamu dalam ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang yang bertakwa, (yaitu) orang yang menafkahkan (hartanya) baik diwaktu lapang maupun sempit dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan.” (QS. Ali Imran : 133-134)
Kiranya jelaslah bagi kita, bahwa dalam ayat tersebut secara tegas Allah mengaitkan ketaqwaan dengan kesadaran berinfaq. Apabila kaum Muslimin yang berharta bersedia serta rela menafkahkan sebagian hartanya demi kepentingan agama Allah, niscaya tidak akan sia-sia, karena Allah Maha Mengetahui dan pasti kelak akan mendapat ganti yang lebih baik. Sebaliknya, apabila orang-orang Islam yang berharta tidak mau menafkakan hartanya bagi kepentingan agama Allah, samalah artinya mereka telah berbuat zalim, kelak di akhirat tidak akan memperoleh pertolongan dari Allah swt.
Allah swt berfirman: “Apa saja yang kamu nafkahkan atau apa saja yang kamu nazarkan, maka sesungguhnya Alah mengetahuinya. Orang-orang yang berbuat zalim tidak ada seorang penolongpun baginya.” (QS. Al-Baqarah: 270)
Saudara, bapak, ibu sekalian yang saya hormati
Mengakhiri kultum dalam kesempatan kali ini, marilah kita berdo’a semoga Allah senantiasa melimpahkan rahmat dan karunia serta petunjuk-Nya kepada kita, sehingga kita termasuk golongan orang-orang yang bertakwa dan gemar berinfaq serta memperoleh keberuntungan besar, utamanya kelak di akhitrat. Demikianlah yang dapat saya sampaikan, terima kasih atas perhatiannya dan mohon maaf atas kesalahan dan kurang lebihnya. Hadanallah waiyyakum ajma’in, was salamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Oleh Ustadz Abdullah Farouk & Ustadz MS. Ibnu Hasan
Labels:
Kumpulan Ceramah Kultum
Thanks for reading Kultum: Mari Membiasakan Gemar Berinfaq. Please share...!
0 Comment for "Kultum: Mari Membiasakan Gemar Berinfaq"