Sajadah Muslim ~ Mengingat secara konstitusi dan kedaulatan bangsa ini telah mencapai kemerdekaannya, kemerdekaan yang harus dibangun sekarang adalah kemerdekaan yang melahirkan progresivitas dalam kehidupan setiap pribadi warga negara, berupa progresivitas lahir dan batin.
Progresivitas lahir dengan memicu dan memacu kemandirian ekonomi bangsa melalui pemberdayaan warga negara, layanan pendidikan yang berkualitas dan gratis, serta layanan kesehatan dengan mutu terbaik bagi setiap warga negara. Ini berarti, setiap jiwa perlu memahami dan melangkah secara serentak bagaimana menentukan sosok pemimpin yang relevan.
Namun, itu belum cukup, setiap warga negara bahkan para pejabat dan pemangku kebijakan harus terus menerus menjalankan misi progresivitas batin dengan senantiasa menjaga semangat, gairah dan ghirah di dalam mengamalkan nilai-nilai keimanan yang itu berarti juga mengamalkan nilai-nilai dasar negara, yakni Pancasila.
Adian Husaini dalam catatan akhir pekan di Hidayatullah com. (20/5-2020) menceritakan bahwa di Majalah Panji Masyarakat edisi No. 216, ( 1 Februari 1997). Buya Hamka menulis artikel berjudul “Ketahanan Ideologi Mutlak. Ditingkatkan dalam rubrik tetap “Dari Hati Ke hati.”
Dalam tulisannya itu Buya Hamka memberikan komentar terhadap pernyataan Kas Koptamtib, Laksamana Sudomo, bahwa ideologi Negara Pancasila perlu ditingkatkan.
Menurut Buya Hamka di antara pernyataan Sudomo yang menarik adalah pengakuannya, bahwa “Dasar Ketuhanan Yang Maha Esa berarti bahwa Pancasila memberikan akomodasi untuk agama.”
Terhadap pernyataan tersebut, Buya Hamka menjelaskan “Kita bersyukur karena dari pihak pemerintah sudah ada yang berpikir maju selangkah, yaitu mengatakan bahwa Pancasila dengan agama ini mengisi.
Kalau selama ini ada yang mengatakan bahwa Pancasila memberikan jaminan dan perlindungan kepada agama, sekarang sudah ada yang maju selangkah dengan mengatakan bahwa Pancasila dengan agama isi mengisi dengan dasar Ketuhanan Yang Maha Esa, maka Pancasila memberikan akomodasi kepada agama.”
Lebih jauh Buya Hamka menjabarkan pemikirannya bahwa bagi orang muslim, sila Ketuhanan Yang maha Esa adalah Tiang agung dari Pancasila. Urat Tunggang dari Pancasila. Kalau sila pertama ini runtuh, gugur hancurlah keempat sila yang lain. Tulis Buya Hamka.
Jika dianalisis lebih jauh, ungkapan Hamka itu menjelaskan bahwa agama, kesehatan batin warga negara atas dasar iman adalah vitamin penting bagi tegak dan kokohnya Pancasila sebagai dasar negara. Jadi semakin religius warga negara semakin beriman, semakin bertakwa, semakin terdepan dalam aksi kepedulian, maka semakin Pancasilais.
Sayangnya hal ini belum banyak yang mengungkapkan ke publik, sehingga terkesan bahwa Pancasila dengan agama (baca Islam) adalah dua kutub yang berseberangan, padahal tidaklah demikian.
Justru kemerdekaan bangsa ini akan timpang, rusak, bahkan hilang, jika warga negara, pejabat dan pemangku kebijakan gagal membangun pregresivitas didalam kemerdekaan batin.
Kita tidak boleh lengah dari sejarah, bahwa kala kemerdekaan ini direbut dan dipertahankan, secara militer, ekonomi, dan pengalaman tidaklah memadai apa yang dimiliki bangsa ini. Tetapi kalau pertolongan Allah turun, pasukan sebesar dan secanggih apapun akan Allah hancurkan.
Dalam kata lain, pemerintah, warga negara dan semua elemen bangsa penting menyadari bahwa pregresivitas kemerdekaan akan terjadi jika lahir dan batin benar-benar ditumbuhkan beriringan.
Sinergis Memerdekakan Sesama
Kalau ditanya kepada publik, apa PR kemerdekaan yang paling fundamental, nyaris semua akan sepakat, kemiskinan. Faktanya memang sejak merdeka, kemiskinan masih menjadi musuh besar bangsa ini.
Laporan sebuah media daring menyebutkan bahwa jumlah penduduk miskin pada September 2019 sebesar 24,79 juta orang. Dan, angka itu terpantau menanjak drastis kala negeri ini dihantam plandemi, yang memaksa jutaan orang kehilangan penghasilan dan tentu saja menambah angka kemiskinan yang terus diupayakan turun oleh pemerintah.
Menteri Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Suharso Monoarfa mengatakan jumlah Pengangguran akibat dampak wabah Corona telah mencapai 2 hingga 3,7 juta orang. Angka ini lebih besar dari data Kementerian Ketenagakerjaan yang menghitung jumlah pengangguran akibat Pandemi sebesar 1,7 juta orang.
Singkat kata, kemiskinan putus sekolah dan akhirnya unskilled menjadi pekerjaan rumah (PR) seluruh rakyat negeri ini, terutama umat Islam. Oleh karena itu di dalam momentum bulan Agustus yang di dalamnya ada HUT RI, kita tidak boleh puas hanya menggelar upacara dan beragam lomba, tetapi juga harus bersama-sama merumuskan atau melangkah bersama untuk memerdekakan saudara kita yang diuji dengan kemiskinan, ketidak mampuan sekolah, serta peningkatan kapasitas diri, sehingga menjadi sumber daya unggul di negeri sendiri.
Mengatasi semua itu jelas pemerintah sendiri tidak akan pernah mampu.Disinilah peran serta seluruh elemen bangsa dibutuhkan, seperti yang selama ini telah berjalan, bahwa keseimbangan kehidupan rakyat saat ini terjaga dengan baik karena sadarnya umat Islam akan perintah agama untuk senantiasa peduliu dan terdepan membantu yang kesulitan melalui pengalaman perintah infak , sedekah dan zakat.
Laznas Baitul Maal Hidayatullah (BMH) adalah bagian dari umat dan bangsa yang terus berupaya untuk senantiasa terlibat, ikut serta, berpartisipasi di dalam menjawab tantangan dimasa-masa mengisi kemerdekaan ini. Setidaknya komitmen itu dibuktikan dengan hadirnya kantor perwakilan Laznas BMH yang kini eksis di 32 propinsi.
Kehadiran Laznas BMH di berbagai wilayah itu memudahkan kaum Muslimin dan para dermawan didalam kesigapan dan kecepatan membantu sesama yang dalam kesulitan, seperti kala terjadi banjir di Gorontalo, Bantaeng dan Jeneponto. BMH hadir terdepan lebih awal dan terus membersamai mereka yang terdampak.
Tentu semua ini adalah wujud dedikasi seluruh muhsinin bersama BMH, sehingga semangat gotong- royong dapat dimanifestasikan secara nyata dalam kehidupan sosial kita, tertang CEO Laznas BMH, Marwan Mujahidin.
Pada akhirnya kemerdekaan harus menjadikan setiap jiwa sadar bahwa ada amanah besar dipanggul seluruh rakyat untuk mampu mempertahankan memajukan dan menyempurnakan nikmat kemerdekaan ini dengan semangat meneguhkan kepedulian kepada sesama secara sinergis, kolaboratif, dan berkesinambungan.
Di sini relevan kita semua merenungkamn apa yang diungkapkan oleh proklamator kedua kemerdekaan bangsa ini yakni Bung Hatta bahwa kita harus terus membaca dan mengamalkan nilai dasar mengapa kemerdekaan ini bisa dicapai “Membaca tanpa merenungkan adalah bagaikan makan tanpa dicerna.”
Artinya, kemerdekaan ini seperti buku yang kalau dibaca sekedarnya tak akan ada progesivitas penting bisa dicapai. Apalagi kalau semangat para pendiri bangsanya yang memperjuangkan kemerdekaan diabaikan dalam kehidupan nyata berbangsa dan bernegera. Allahu a’lam.
Sumber: Majalah Mulia, Berbagi Kemuliaan Hidup
Thanks for reading Arti Kemerdekaan. Please share...!
0 Comment for "Arti Kemerdekaan"