Membahas Tentang Seputar Ilmu Agama Islam

Perkembangan Ilmu Pengetahuan di Masa Kekhalifahan

Sajadah Muslim ~ Jika membuka sejarah turunnya wahyu, kita dapat menyebutkan bahwa ayat yang turun pertama kali dimulai dengan kata perintah berbunyi iqra. Kata ini bermakna “Bacalah !” yang menunjukkan perintah untuk memahami atau mempelajari segala peristiwa yang terjadi di alam raya ini sebagai tanda kekuasaan Allah SWT. Dengan perintah ini Rasulullah SAW, para sahabat, dan umat Islam kian terdorong untuk belajar. Demikian halnya pada masa Khulafaur Rasyidin dan Khalifah setelahnya, perhatian terhadap ilmu pengetahuan menjadi hal yang utama. Khususnya pada masa kekhalifahan Daulah Abbasiyah, bangsa Arab dan kaum muslimin umumnya bahkan mampu menguasai seluruh ilmu pengetahuan.

Ilmu Pengetahuan Masa Rasulullah SAW

Ilmu pengetahuan mulai tumbuh dan berkembang sejak masa Rasulullah SAW, beliau menjadi solusi dalam berbagai masalah yang terjadi baik berkaitan dengan peribadatan, sosial, ekonomi, dan politik yang bersumber langsung dari Al-Quran dan As-Sunnah. Rasulullah sebagai seorang pemimpin sangat sukses dalam membangun peradaban Islam dan ilmu pengetahuan. Rasulullah SAW dalam membangun masyarakat Madinah pada waktu dimulai dengan membangun Masjid sebagai pusat dakwah Islam. Di masjid itulah dilakukan berbagai kegiatan dakwah, mulai dari masalah peribadatan, sosial, ekonomi, dan politik. Dari sinilah Islam menjadi maju pesat dan pada akhirnya menguasai peradaban. Baca Meneladani Perjuangan Rasulullah dan Sahabatnya Di Madinah

Tokoh Ilmuwan Pada Masa Rasulullah SAW

Tokoh-Tokoh ilmuwan pada masa Rasulullah SAW lebih terfokus pada Al-Quran antara lain Ali bin Abi Thalib dan Zaid bin Sabit, kemudian ada Salman al-Farisi yang ahli strategi perang. Baca Kisah Salman al-Farisi Pencari Kebenaran Sejati

Ilmu Pengetahuan Masa Khulafaur Rasyidin

Kesuksesan Rasulullah SAW dalam mengemban amanah dilanjutkan oleh Khulafaur Rasyidin, yaitu Khalifah yang empat (Abu Bakar as-Shiddiq, Umar bin Khattab, Utsman bin Affan, dan Ali bin Abi Thalib). Pertumbuhan ilmu pengetahuan masa Khulafaur Rasyidin masih berkisar pada ilmu yang bersumber dari Al-Quran dan Al-Hadist, hal ini karena pertumbuhan ilmu pengetahuan masih dekat dengan sumbernya, yaitu para sahabat Nabi yang sanadnya langsung pada Rasulullah SAW dan berkembangnya ilmu-ilmu tersebut seiring dengan penyebaran Islam ke berbagai daerah pada masa itu. Adapun ilmu-ilmu yang lahir pada periode Khulafaur Rasyidin sebagai berikut :
  1. Ilmu qiraat, yaitu ilmu yang erat kaitannya dengan membaca dan memahami Al-Quran, ilmu ini muncul pada masa Khalifah Utsman bin Affan, sebab munculnya adalah karena adanya beberapa dialek bahasa dalam membaca dan memahaminya dan dikhawatirkan terjadi kesalahan dalam membaca dan memahaminya, oleh karena itu diperlukan standarisasi bacaan dengan kaidah-kaidah tersendiri. 
  2. Tafsir Al-Quran, yaitu ilmu untuk memahami ayat-ayat Al-Quran sebagaimana telah diterangkan oleh Rasulullah SAW, baik dengan ayat-ayat Al-Quran atau dengan Sunnahnya. Tokohnya yaitu Ali bin Abi Thalib, Abdullah ibnu Abbas, Abdullah ibnu Mas’ud, dan Abdullah ibnu Ka’ab.
  3. Ilmu Hadist, dalam memutuskan masalah tidak bisa dilepaskan dari Al-Quran dan Al-Hadist sebagai sumber utama. Tokohnya antara lain, Abdullah ibnu Mas’ud, Ma’gal ibnu Yasar, Ibadah ibnu as-Samit dan Abu Darda.
  4. Khat Al-Quran, yaitu ilmu yang berkaitan dengan penulisan Al-Quran. Pada masa Rasulullah SAW telah dikenal ilmu Khat Al-Quran, yaitu dilakukan setelah Rasulullah mendapatkan wahyu. Kemudian pada masa Abu Bakar diadakan pembukuan Al-Quran dan ditulis dengan menggunakan khat Kufi dari Irak, dan untuk surat menyurat serta semacamnya menggunakan khat Naskhi dari Syam dan sekitarnya.
  5. Ilmu fikih, tokohnya : Umar bin Khattab, Zaid bin Sabit (Madinah), Abdullah bin Abbas (Mekkah), Abdullah bin Mas’ud (Kufah), Anas bin Malik (Basrah), Muaz bin Jabal (Syiria), dan Abdullah bin Amr bin Ash (Mesir).
  6. Ilmu Nahwu, ilmu ini berkembang di Basrah dan di Kufah. Tokoh pelopor pertama dalam bidang ini adalah Ali bin Abi Thalib.
  7. Ilmu Sastra, pertumbuhan sastra pada masa Khulafaur Rasyidin sangat dipengaruhi dengan Al-Quran sebagai sumber inspirasi untuk kegiatan sastra, karena dalam berdakwah diperlukan bahasa yang indah.
  8. Ilmu Arsitektur, dimulai dari Masjid Quba oleh Rasulullah. Beberapa bangunan kota yang didirikan pada masa Khulafaur Rasyidin adalah kota Basrah tahun 14 -15 H dengan arsitek Utbah Ibnu Gazwah, kota Kufah dibangun pada tahun 17 H dengan arsitek Salman al-Farisi, serta kota Fustat yang dibangun pada tahun 21 H atas usulan Khalifah Umar bin Khattab.

Tokoh Ilmuwan Pada Masa Khulafaur Rasyidin

Tokoh-tokoh ilmuwan masa Khulafaur Rasyidin antara lain : 
  1. Ahli Tafsir Al-Quran : Ali bin Abi Thalib, Abdullah ibnu Abbas, Abdullah ibnu Mas’ud, dan Abdullah ibnu Ka’ab. 
  2. Ahli Ilmu Hadist : Abdullah ibnu Mas’ud, Ma’gal ibnu Yasar, Ibadah ibnu as-Samit dan Abu Darda.
  3. Ahli Ilmu Fikih, tokohnya : Umar bin Khattab, Zaid bin Sabit, Abdullah bin Abbas, Abdullah bin Mas’ud, Anas bin Malik, Muaz bin Jabal, dan Abdullah bin Amr bin Ash.
  4. Ahli Ilmu Nahwu : Ali bin Abi Thalib.
  5. Ahli Ilmu Arsitektur : Utbah Ibnu Gazwah, dan Salman al-Farisi.

Ilmu Pengetahuan Masa Dinasti Umayyah

Masa keemasan pertumbuhan ilmu pengetahuan masa Dinasti Umayyah (661-750 M) adalah pada masa Umar bin Abdul Aziz, seorang Khalifah Umayyah yang dikategorikan sebagai penerus Khilafah Rasyidin, hadist-hadist Rasul mulai dikodifikasi dan dibukukan untuk menjaga keaslian dan otentisitasnya. Selain itu, Aswad al-Du’ali (wafat 681 M), seorang ulama, menyusun gramatika Arab dengan member titik pada huruf-huruf hijaiah yang tadinya gundul tak bertitik. Usaha ini merupakan revolusi linguistic yang luar biasa karena membaca teks kitab suci. Beberpa kebijakan Dinasti Umayyah yang patut dicatat sebagai berikut :
  1. Ditetapkannya bahasa Arab sebagai bahasa resmi Negara oleh Khalifah Abdul Malik, yang kemudian menjadi bahasa ilmiah. 
  2. Menetapkan dinar dan dirham sebagai mata uang resmi.
  3. Penyeberangan ke Andalusia oleh Thariq bin Ziyad dan Musa bin Nushair melalui selat Gibraltar pada tahun 711 M, serta Muhammad bin Qasim membawa Islam sampai di lembah Indus pada tahun berikutnya.

Tokoh Ilmuwan Pada Masa Dinasti Umayyah

Tokoh-tokoh ilmuwan masa Dinasti Umayyah, antara lain :
  1. Ahli pengkodifikasian al-hadist Rasulullah SAW : Umar bin Abdul Aziz. 
  2. Ahli gramatika Arab : Aswad al-Du’ali (wafat 681 M).
  3. Ahli peperangan : Thariq bin Ziyad (711 M)

Ilmu Pengetahuan Masa Dinasti Abbasiyah

Beberapa hal yang dilakukan Abbasiyah (750 – 1258 M) dalam menampilkan diri sebagai Dinasti yang berkuasa adalah dengan memberikan berbagai kebijakan sebagai berikut :
  1. Menampilkan diri sebagai pelindung agama. Khalifah adalah bayang-bayang Tuhan di muka bumi. Mereka menggunakan gelar agamis seperti, al-Hadi, al-Rasyid, al-Ma’mun, al-Amin, dan sebagainya. 
  2. Islam mengajarkan persamaan, tiada beda antara Arab dan Non-Arab, bahkan orang Persia yang menjadi tulang punggung Negara dan wazir dari keluarga Barmaki.
  3. Abbasiyah menghentikan perluasan wilayah, bahkan otonomi daerah semakin diperbesar, yang bisa dikatakan federasi “Negara” muslim. Mulailah dikenal istilah Malik dan Sultan sebagai penguasa yang dilantik oleh Khalifah.
  4. Al-Ma’mun menjadikan pemikiran Mu’tazilah sebagai mazhab Negara. Hal ini berimplikasi luas, yaitu proses masuknya pemikiran intelektual Yunani ke dalam dunia Islam. Di sinilah mulai kebangkitan peradaban dan intelektual Islam, sehingga dunia barat belajar banyak dari Islam.

Tokoh Ilmuwan Pada Masa Dinasti Abbasiyyah

Tokoh-tokoh ilmuwan masa Dinasti Abbasiyyah antara lain :
  1. Ahli Filsafat : al-Kindi (801-873 M), al-Farabi (wafat 950 M), Ibn Sina (wafat 1037 M), Ibn Miskawaih dan Ibn Rusyd (wafat 1198 M) 
  2. Ahli sains : al-Farghani (wafat 870 M).
  3. Ahli Astronomi : al-Biruni (973-1050 M), al-Thusi (wafat 1274 M).
  4. Ahli Matematika : Muhammad bin Musa al-Khawarizmi (780-850 M) bidang ilmu hitung Aljabar (Algoritme), Abu Yusuf Yaqub ibn Ishaq al-Kindi bidang aritmatika, al-Karaji bidang aritmatika, aljabar, dan geometri, Muhammad ibn Jabir ibn Sinan Abu Abdullah (Al-Battani) (850-929 M) ahli bidang trigonometri modern, Al-Biruni ahli bidang matematika, geografi, astronomi, fisika, ‘Umar Khayyam (wafat 1123 M) ahli bidang aljabar dan trigonometri.
  5. Ahli kedokteran : at-Thabari, al-Razi, dan Ibnu Sina sebagai bapak kedokteran.
  6. Ahli kimia : Jabir bin Hayyan (wafat 813 M) dan Zakariyya al-Razi (abad 8 M).
  7. Ahli optika : Ibn Haitsam (wafat 1039 M).
  8. Ahli geografi : al-Ya’qubi dan al-Mas’udi.
  9. Ahli Ilmu hewan : Ikhwan al-Shafa, Amr ibn Bahr al-Jahiz (776-868 M).
  10. Ahli akidah dan syariah : Ibnu Taimiyah, Maliki, Hanafi, Hambali, Syafi’i.

Sejarah Perkembangan Islam Di Masa Bani Umayyah

Sajadah Muslim ~ Assalamu Alaikum wr wb. Pada dasarnya Daulah Bani Umayyah merupakan lanjutan dari Daulah Khulafaur Rasyidin. Muawiyah adalah pendiri daulah ini. Daulah ini berdiri ketika terjadi krisis politik dalam tubuh umat Islam. Perang siffin merupakan bagian tengah dari episode krisis umat Islam pada masa itu. Sebab, sebelumnya terjadi pula perang yaitu perang antara pemerintah Ali melawan pendukung Aisyah, Zubair, dan Talhah. Perang yang dikenal sebagai perang Jamal (Perang Unta) tersebut terjadi karena peristiwa sebelumnya, yaitu terbunuhnya Khalifah Ustman. 


Tetapi sebenarnya pangkal dari krisis tersebut sudah ada pada masa Khalifah Ustman menjabat. Umat Islam resah ketika Khalifah dipandang telah membiarkan praktek-praktek KKN (Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme) dalam pemerintahannya. Keresahan umat itu terus berkembang hingga terjadinya aksi demonstrasi di depan kediaman Khalifah Ustman di Madinah. Sayang, aksi yang awalnya hanya gerakan moral anti KKN itu berakhir beringas dan tak terkendali sampai akhirnya menyebabkan Khalifah Ustman terbunuh dan istri beliau terluka.

Karena kehilangan Khalifah, umat Islam mengangkat Khalifah baru. Pada waktu itu Ali bin Abi Thalib dianggap sosok yang paling tepat menjadi Khalifah. Masyarakat Madinah dan para demonstran ramai-ramai membaiat Ali menjadi Khalifah. Dengan naiknya Ali tersebut, keadaan menjadi lebih tenang. Masyarakat Madinah tenang dan para demonstran yang kebanyakan dari daerah luar Madinah, seperti Mesir, Kuffah, dan Basra, juga tenang dan kembali ke daerah masing-masing. Namun, Zubair bin Awwam, Talhah bin Ubaidillah serta Aisyah (istri Rasulullah SAW) menolak pembaiatan Ali menjadi Khalifah. Mereka menuntut agar para pembunuh Ustman ditangkap dan diadili dahulu sebelum pemilihan Khalifah. Akibat dari ketidaksetujuan itu pecahlah Perang Unta. Di sisi lain, Muawiyah yang bertempat tinggal di Damaskus juga menyatakan hal yang sama dengan kelompok Zubair, Talhah, Aisyah. Akibat dari penolakan itu, pecahlah perang Siffin.

Asal Usul Bani Umayyah

Nama Umayyah merujuk pada seorang Quraisy di masa Jahiliyah. Dia adalah Umayyah bin Abdus Syam bin Abdi Manaf. Masih terhitung saudara dari Bani Hasyim (keluarga besar Rasulullah SAW), karena Hasyim (ayah Abdul Muthalib) juga salah satu Putra Abdi Manaf. Jadi, Abdi Manaf adalah kakek moyang kedua Bani tersebut. Tetapi, sekalipun satu kakek moyangnya, sejak zaman Jahiliyah Bani Umayyah juga tidak jarang mengganggu keberhasilan Bani Hasyim. Abdul Muthalib, pemimpin Ka’bah saat itu, diganggu oleh Abdus Syam dan Umayyah. Ketika menemukan kembali mata air zamzam, Umayyah dan bapaknya meminta bagian agar dapat mengurusi mata air itu. Tetapi karena penduduk Mekkah tidak berkenan dengan tindakan mereka itu, maka keluarga Abdus Syam tersebut meninggalkan Mekkah menuju Damaskus karena merasa malu.

Pada masa Muhammad diangkat sebagai Rasul Allah, Bani Umayyah merupakan keluarga kaya, terdidik dan berpengaruh. Salah satu dari mereka adalah pemimpin Kaum Quraisy Mekkah. Dia adalah Abu Sufyan bin Harb bin Umayyah. Kecintaannya kepada harta dan kekuasaan membuat dia dan keluarganya tidak mau mengakui kebenaran Islam sebagai ajaran yang mulia. Oleh karena itu, Abu Sufyan tidak mau tunduk terhadap ajakan Rasulullah SAW, bahkan terus memusuhi. Aktivitas dakwah Rasulullah SAW yang dianggapnya akan mengubah keadaan sosial, ekonomi, dan politik Mekkah, tentu merugikan para orang kaya, termasuk Bani Umayyah. Untuk itu, berbagai cara dilakukan guna menggagalkan gerakan reformasi yang dibangun Rasulullah SAW tersebut. Sampai-sampai, cara-cara kekerasan (perang) pun mereka lakukan. Tercatat beberapa perang besar (Perang Badar, Perang Uhud, dan Perang Khandaq) pasca hijrah, melibatkan kepemimpinan Abu Sufyan.

Abu Sufyan dan keluarga, akhirnya masuk Islam dengan terpaksa pada saat berpuluh-puluh ribu kaum Muslimin mengepung Mekkah dari segala penjuru. Walapun banyak sahabat tidak suka terhadap masuk Islamnya keluarga Abu Sufyan, Rasulullah SAW tetap menghormati perubahan sikapnya. Kesalahan-kesalahannya diampuni, bahkan Muawiyah putra Abu Sufyan diangkat sebagai sekretaris beliau dan saudara perempuannya, Ummu Habibah diperistri oleh Beliau. Setelah beberapa tahun bergabung sebagai kaum Muslimin, keluarga terdidik dan berpengaruh ini ikut membesarkan Islam. Di masa Abu Bakar Sidiq, keluarga Abu Sufyan dan Bani Umayyah merasa rendah diri karena kelas mereka berada di bawah kaum Muhajirin dan Ansar. Mereka tahu diri bahwa perjuangan mereka belum apa-apa dibanding dengan kedua kaum di atas. Apalagi di masa dahulu, mereka memusuhi perjuangan Rasulullah SAW dan kaum Muslimin. Oleh karena itu, mereka maklum ketika Khalifah Abu Bakar menyatakan di depan umum bahwa keluarga besar Bani Umayyah harus ikut berjuang membela Islam termasuk di medan perang, bila ingin setingkat dengan kaum Muhajirin dan Ansar. Beberapa peperangan yang terjadi di masa Abu Bakar ini anggota Bani Umayyah ikut serta dibarisan kaum Muslimin. Bahkan, Yazid bin Abu Sufyan menjadi salah satu panglima untuk memimpin pasukan ke Syiria melawan Bizantium.

Pada masa Umar, ketika wilayah Islam semakin meluas dan membutuhkan banyak tenaga administratif, sang Khalifah memanfaatkan tenaga-tenaga Bani Umayyah yang umumnya terdidik untuk membaca, menulis, dan berhitung. Bahkan, Yazid dan Muawiyah dipercaya untuk mengelolah wilayah Syiria. Kepercayaan Khalifah Umar ini tidak disia-siakan oleh Bani Umayyah. Mereka bekerja dengan tekun dan dikenal sukses dalam mengerjakan tugas-tugas administratif. Periode Umar inilah awal mula Bani Umayyah menduduki posisi-posisi penting. Namun karena kewibawaan sang Khalifah yang bersih dan berwibawa, mereka tidak berani bertindak macam-macam, seperti korupsi dan sejenisnya.

Pada masa Ustman, kebijakan mempekerjakan tenaga-tenaga Bani Umayyah seperti masa Umar, tetap dilanjutkan. Bahkan Ustman mempercayai mereka untuk jabatan-jabatan strategis. Enam tahun pertama, Ustman sukses membangun Negara. Namun, pada enam tahun berikutnya, karena usia Ustman yang semakin uzur, maka posisi Bani Umayyah semakin kuat. Melalui sekretaris Negara Marwan bin Hakam yang juga salah satu anggota Bani Umayyah, mereka menempatkan kroni-kroninya pada posisi strategis. Praktek-praktek KKN (Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme) dijalankan dengan penuh kesungguhan. Hal inilah yang menjadi awal bencana hingga terbunuhnya Khalifah Ustman.

Pada era Ali, keluarga Umayyah yang menjabat posisi-posisi penting pada pemerintahan Ustman, semuanya dicopot. Kebijakan Ali yang keras inilah yang mendorong mereka menentang pengangkatan Ali sampai membuat pecahnya Perang Siffin. Namun, keberuntungan memang ada dipihak mereka pada saat Perang Siffin mengangkat Muawiyah menjadi Khalifah tandingan. Bahkan lebih beruntung lagi ketika Hasan bin Ali yang menggantikan kepemimpinan ayahnya mengakui Muawiyah sebagai Khalifah yang sah di seluruh wilayah kekuasaan Islam. Sejak itulah mereka mulai membangun pemerintahan Islam warisan Rasulullah SAW dan para sahabat tersebut menjadi pemerintahan milik keluarga besar Bani Umayyah.

Corak Khas Pemerintahan Bani Umayyah

Pada masa Khulafaur Rasyidin, Khalifah adalah sosok pemimpin yang alim dalam ilmu agama, sederhana dalam hidup, dan tanggung jawab kepada rakyatnya. Dia menjadi imam di Masjid, sekaligus komandan di medan perang. Dia hidup sederhana dan jauh dari sikap mewah. Bahkan, sebagai kepala Negara tidak ada pengawal yang menjaga di sekitarnya. Karena baginya, hidup mati adalah urusan Allah. Adapun untuk mengetahui denyut nadi keadaaan rakyatnya, hampir setiap malam seorang Khalifah mengunjungi kehidupan rakyatnya. Keinginan dan kebutuhan rakyat harus disaksikan dan dirasakan sendiri dengan cara seperti itu. Khalifah sadar bahwa tanggung jawab sebagai pemimpin umat sangatlah berat.

Pada masa kekuasaan Bani Umayyah, sikap hidup seperti itu tidak akan ditemukan. Sejak Muawiyah memegang kekuasaan, gaya hidup seorang Khalifah sudah berubah drastis. Muawiyah hidup di dalam benteng dengan pengawalan ketat dan bermewah-mewah sebagai raja. Tradisi “Harem” dan perbudakan ditumbuhkan kembali. Pesta-pesta diadakan di istana, lengkap dengan hiburan-hiburan yang jauh dari nilai-nilai Islam. Hal seperti ini diwariskan kepada Khalifah-Khalifah sesudahnya kecuali pada Khalifah Umar bin Abdul Aziz (Umar II). Hal lain yang berubah pada masa Bani Umayyah adalah fungsi dan kedudukan Baitul Mal. Ketika era Khulafaur Rasyidin. Baitul Mal adalah harta Negara yang harus dipergunakan untuk kesejahteraan rakyat. Namun pada masa Bani Umayyah, fungsi dan kedudukan Baitul Mal telah bergeser, sebab Khalifah memiliki wewenang yang besar untuk menggunakan harta Baitul Mal sesuai keinginannya. Kewenangannya, khalifah menggunakan harta tersebut untuk kepentingan pribadi maupun keluarganya. Kecuali Khalifah Umar II, semua Khalifah memperlakukan Baitul Mal seperti itu. Khalifah Umar II berusaha mengembalikan fungsi dan kedudukan Baitul Mal sebagaimana yang dicontohkan oleh para Khulafaur Rasyidin.

Bani Umayyah juga meninggalkan tradisi musyawarah dan keterbukaan yang dirintis oleh pendahulunya. Pada masa Khulafaur Rasyidin, Khalifah didampingi oleh sebuah Dewan penasehat yang ikut berperan dalam setiap kebijakan-kebijakan penting Negara. Lebih dari itu, seorang rakyat biasa pun dapat menyampaikan pendapatnya tentang kebijakan Khalifah secara terbuka. Tradisi positif itu tidak dilanjutkan oleh Muawiyah dan para penerusnya. Walapun lagi-lagi, Umar II berusaha menghidupkan kembali tradisi tersebut, namun penguasa setelahnya segera mengembalikan pada cara-cara kerajaan yang menempatkan sang raja di atas segala-galanya. Satu hal yang memprihatinkan pada masa pemerintahan Bani Umayyah adalah diabaikannya nilai-nilai ajaran Islam oleh para pejabat Negara dan keluarganya. Mereka lebih suka hidup mewah, mengembangkan budaya KKN (Korupsi, Kolusi, Nepotisme), serta tidak segan-segan menggunakan kekerasan untuk tujuan politiknya. Dan tampaknya hal seperti itu direstui oleh sang Khalifah. Bahkan, para Khalifah Bani Umayyah justru menikmati kondisi seperti itu.

Namun demikian, ada pula kemajuan positif yang terjadi pada masa Bani Umayyah. Di antaranya adalah bertambah luasnya daerah kekuasaan pemerintahan Islam yang membentang dari Afganistan sampai Andalusia. Suksesnya politik ekspansi ini menempatkan Islam menjadi kekuatan Internasional yang paling disegani di Timur dan di Barat. Imbas positifnya, dakwah Islam cepat tersebar ke berbagai penjuru dunia. Islam dapat tersebar dengan cepat dan meluas. Bahasa Arab menjadi bahasa dunia, Masjid-masjid dibangun di setiap kota besar serta kegiatan pendalaman agama dan pengembangan ilmu pengetahuan Islam semarak di mana-mana. Saat itu, Daulah Bani Umayyah adalah sebuah Negara adikuasa di dunia. Sebagai Negara besar, Daulah Bani Umayyah memiliki militer yang sangat kuat. Tidak seperti para pejabat istana, kaum militer ini umumnya terdiri atas orang-orang yang sederhana dan taat beribadah. Mereka berjuang bukan demi Khalifah, melainkan demi tersiarnya Islam diseluruh penjuru bumi. Bagi mereka, mati di medan perang adalah persembahan terbaik kepada Tuhan. Gugur di medan laga adalah syahid di jalan Allah. Tidak dapat dipungkiri bahwa kemenangan pasukan Islam di berbagai wilayah disebabkan oleh semangat seperti ini. Karena itu, Bani Umayyah sangat terkenal dalam suksesnya politik ekspansi. Salah satu kesuksesannya adalah mampu menembus hingga wilayah Spanyol.

Kemajuan Islam Pada Masa Bani Umayyah

Kemajuan Islam di masa Daulah Umayyah meliputi berbagai bidang, yaitu politik, ekonomi, sosial, ilmu pengetahuan, seni dan budaya. Di antaranya yang paling spektakuler adalah bertambahnya pemeluk Agama Islam secara cepat dan meluas. Semakin banyaknya jumlah kaum Muslimin ini terkait erat dengan makin luasnya wilayah pemerintahan Islam pada waktu itu. Pemerintah memang tidak memaksakan penduduk setempat untuk masuk Islam, melainkan mereka sendiri yang dengan rela hati tertarik masuk Islam. Akibat dari makin banyaknya orang masuk agama Islam tersebut maka pemerintah dengan gencar membuat program pembangunan Masjid di berbagai tempat sebagai pusat kegiatan kaum Muslimin. Pada masa Khalifah Abdul Malik, masjid-masjid didirikan di berbagai kota besar. Selain itu, beliau juga memperbaiki kembali tiga Masjid utama umat Islam, yaitu Masjidil Haram (Mekkah), Masjidil Aqsa (Yerusalem) dan Masjid Nabawi (Madinah). Al-Walid, Khalifah setelah Abdul Malik yang ahli Arsitektur, mengembangkan Masjid sebagai sebuah bangunan yang indah. Menara Masjid yang sekarang ada dimana-mana itu pada mulanya merupakan gagasan Al-Walid ini. Perhatian pada Masjid ini juga dilakukan oleh Khalifah-Khalifah Bani Umayyah setelahnya.

Perkembangan lain yang menggembirakan adalah makin meluasnya pendidikan Agama Islam. Sebagai ajaran baru, Islam sungguh menarik minat penduduk untuk mempelajarinya. Masjid dan tempat tinggal ulama merupakan tempat yang utama untuk belajar agama. Bagi orang dewasa, biasanya mereka belajar tafsir Al-Quran, hadist, dan sejarah Nabi Muhammad SAW. Selain itu, filsafat juga memiliki penggemar yang tidak sedikit. Adapun untuk anak-anak, diajarkan baca tulis Arab dan hafalan Al-Quran dan Hadist. Pada masa itu masyarakat sangat antusias dalam usahanya untuk memahami Islam secara sempurna. Jika pelajaran Al-Quran, hadist, dan sejarah dipelajari karena memang ilmu yang pokok untuk memahami ajaran Islam, maka filsafat dipelajari sebagai alat berdebat dengan orang-orang Yahudi dan Nasrani yang waktu itu suka berdebat menggunakan ilmu filsafat. Sedangkan ilmu-ilmu lain seperti ilmu alam, matematika, dan ilmu social belum berkembang. Ilmu-ilmu yang terakhir ini muncul dan berkembang denga baik pada masa dinasti Bani Abbasiyah maupun Bani Umayyah Spanyol.

Bidang seni dan budaya pada masa itu juga mengalami perkembangan yang maju. Karena ajaran Islam lahir untuk menghapuskan perbuatan syirik yang menyembah berhala, maka seni patung dan seni lukis binatang maupun lukis manusia tidak berkembang. Akan tetapi, seni kaligrafi, seni sastra, seni suara, seni bangunan, dan seni ukir berkembang cukup baik. Di masa ini sudah banyak bangunan bergaya kombinasi, seperti kombinasi Romawi-Arab maupun Persia-Arab. Apalagi, bangsa Romawi dan Persia sudah memiliki tradisi berkesenian yang tinggi. Khususnya dalam bidang seni lukis, seni patung maupun seni arsitektur bangunan. Contoh dari perkembangan seni bangunan ini, antara lain adalah berdirinya Masjid Damaskus yang dindingnya penuh dengan ukiran halus dan dihiasi dengan aneka warna-warni batu-batuan yang sangat indah. Perlu diketahui bahwa untuk membangun Masjid ini, Khalifah Walid mendatangkan 12.000 orang ahli bangunan dari Romawi. Tetapi di antara kemajuan-kemajuan yang terjadi pada masa Daulah Bani Umayyah tersebut, prestasi yang paling penting dan berpengaruh hingga zaman sekarang adalah luasnya wilayah Islam. Dengan wilayah yang sedemikian luas itu ajaran Islam menjadi cepat dikenal oleh bangsa-bangsa lain, tidak saja bangsa Arab.

Masa Kemunduran Bani Umayyah

Daulah Bani Umayyah yang megah akhirnya runtuh juga. Namun keruntuhannya tidaklah datang secara tiba-tiba. Melainkan melalui sebuah proses yang panjang. Setelah Khalifah Umar bin Abdul Aziz. Khalifah-Khalifah sesudahnya bukanlah orang-orang yang cakap dalam memimpin pemerintahan. Namun, lebih dari itu sistem sosial dan politik yang berkembang oleh pemerintahan Bani Umayyah memang mengandung banyak kelemahan. Di antara kelemahan-kelemahan sistem itu sebagai berikut :
  1. Ketidakjelasan Sistem Suksesi, sistem pergantian Khalifah melalui garis keturunan adalah sesuatu yang baru bagi tradisi Arab. Tradisi asli Arab adalah masyarakat terbentuk atas kabilah-kabilah. Dan kepemimpinan masyarakat yang terdiri dari kabilah-kabilah tersebut dilakukan dengan sistem perwakilan tiap pimpinan kabilah. Adapun tradisi kepemimpinan yang turun-temurun merupakan tradisi kerajaan Romawi dan kerajaan Persia. Tampaknya, Muawiyah meniru kedua kerajaan besar tersebut. Kelemahan dari tradisi kepemimpinan turun-temurun adalah adanya ketidakjelasan sistem pergantian. Ketidakjelasan tersebut menyebabkan terjadinya persaingan yang tidak sehat di kalangan anggota keluarga Istana. Akibatnya, ketidakkompakkan anggota keluarga Istana memperlemah kekuatan kekhalifahan. 
  2. Sistem Sosial yang Diskriminatif, Bani Umayyah menerapkan sistem diskriminasi sosial. Padahal ajaran Islam menganggap bahwa semua manusia itu sederajat. Namun, Bani Umayyah memperlakukan orang-orang Islam non-Arab (kaum mawali) sebagai warna kelas dua. Hal ini jelas menimbulkan kecemburuan. Apalagi para pemeluk Islam non-Arab makin hari makin besar jumlahnya. Tampaknya, pemerintah Bani Umayyah tidak mempertimbangkan persoalan ini sejak awal. Selain itu, Bani Umayyah juga bersikap buruk kepada Bani Hasyim, lebih-lebih keturunan Ali. Kecuali Khalifah Umar II, semua Khalifah Bani Umayyah melakukan kezaliman tersebut.
  3. Sikap Mewah Kalangan Istana, lemahnya pemerintahan daulah Bani Umayyah juga disebabkan oleh sikap hidup mewah di lingkungan istana. Kemewahan itu membuat anak-anak Khalifah tidak sanggup memikul beban berat kenegaraan tatkala mereka mewarisi kekuasaan. Selain itu, golongan agama banyak yang kecewa karena perhatian penguasa terhadap perkembangan agama sangat kurang.
Selain persoalan-persoalan sistem tersebut. Daulah Bani Umayyah juga mengalami persoalan dengan adanya kaum oposisi maupun kaum pemberontak. Golongan Syiah (pengikut Ali) dan kaum Khawarij merupakan gerakan oposisi utama sejak Daulah Bani Umayyah berdiri. Mereka melakukan oposisi secara terbuka maupun bersembunyi. Penumpasan terhadap gerakan kedua oposisi itu banyak menyedot kekuatan pemerintah. Adapun gerakan oposisi yang paling kuat adalah oposisi yang dilakukan Bani Abbasiyah. Gerakan ini merupakan gerakan gabungan antara keluarga (Orang-orang Muslim Non-Arab) dan orang-orang Khurasan pimpinan Abu Muslim. Gerakan ini menggelembung menjadi besar, dan pada tahun 750 M mampu menggulingkan Daulah Bani Umayyah. Sekian dan Semoga dapat menjadi pembelajaran buat kita. Wassalamu Alaikum wr wb.

Cara Berziarah Ke Masjid Nabawi

Sajadah Muslim - Assalamu Alaikum WR WB. Masjid Nabawi adalah salah satu Masjid terpenting yang terdapat di Kota Madinah tepatnya Kerajaan Saudi Arabia, karena dibangun oleh Nabi Muhammad SAW dan menjadi tempat makam beliau dan para sahabatnya. Masjid ini merupakan salah satu Masjid yang utama bagi umat Muslim diseluruh dunia setelah Masjidil Haram di Kota Mekkah dan Masjidil Aqsa di Kota Yerussalem Palestina. Masjid ini juga merupakan Masjid terbesar kedua di dunia setelah Masjidil Haram di Kota Mekkah. Berikut Cara Berziarah Ke Masjid Nabawi :

Pertama : Disunahkan bagi anda yang pergi ke Madinah kapan saja waktunya, dengan niat ziarah ke Masjid Nabawi dan melakukan Shalat di dalamnya, karena shalat di Masjid Nabawi lebih baik dari seribu kali shalat di Masjid-masjid lainnya, kecuali Masjidil Haram di Mekkah

Kedua : Tidak disyariatkan ketika berziarah ke Masjid Nabawi memakai pakaian ihram, dan membaca talbiah, serta tidak ada hubungannya sama sekali dengan ibadah haji.

Ketiga : Apabila anda telah sampai di Masjid Nabawi, masuklah dengan mendahulukan kaki kanan dan membaca “Bismillahi” serta shalawat untuk Nabi Muhammad SAW. Lalu mohonlah kepada Allah agar membukakan untuk anda segala pintu rahmat-Nya, dan bacalah : “Aku berlindung kepada Allah yang Maha Agung, kepada Wajah-Nya yang Maha Mulia, dan kepada kekuasaan-Nya yang Maha Qadim (dahulu), dari godaan syetan yang terkutuk. Ya Allah ! Bukakanlah bagiku segala pintu rahmat-Mu”. Dan doa ini juga dianjurkan untuk dibaca setiap masuk Masjid-Masjid yang lain.

Keempat : Setelah memasuki Masjid Nabawi, segeralah anda melakukan shalat tahiyat masjid, kalau bisa sebaiknya dilakukan di Raudhah, jika tidak memungkinkan maka boleh dilakukan di tempat mana saja di dalam Masjid.

Kelima : Kemudian pergilah menuju makam Rasulullah SAW dan berdirilah di depannya dengan menghadap ke arahnya, lalu ucapkanlah dengan sopan dan suara lirih : “Semoga salam sejahtera, rahmat Allah dan berkah-Nya terlimpah kepadamu wahai Nabi (Muhammad)”. “Ya Allah ! Berilah beliau kedudukan tinggi di surga serta kemuliaan, dan tempatkanlah beliau di tempat terpuji yang telah Engkau janjikan kepadanya. Ya Allah ! Balaslah jasa-jasa beliau (yang telah menyampaikan risalah) kepada umatnya dengan sebaik-baik balasan”.

Kemudian bergeserlah anda sedikit ke sebelah kanan, agar dapat berada di hadapan makam Abu Bakar ra, ucapkanlah salam kepadanya dan berdoalah memohonkan keampunan, rahmat dan ridha Allah untuknya. Kemudian bergeserlah anda sedikit lagi ke sebelah kanan, agar dapat berada di hadapan makam Umar ra, ucapkanlah salam kepadanya dan berdoalah memohonkan keampunan, rahmat dan ridha Allah untuknya.

Keenam : Disunatkan bagi anda berziarah ke Masjid Quba dalam keadaan suci dan hadats, dan lakukanlah shalat di dalamnya, karena Nabi SAW sendiri melakukan hal itu dan menganjurkannya.

Ketujuh : Disunatkan juga bagi anda berziarah ke pekuburan Baqi’. Di dalamnya terdapat kubur ‘Usman ra, begitu juga anda dianjurkan menziarahi para syuhada Uhud, yang di antara mereka adalah Hamzah ra, ucapkanlah salam dan berdoalah untuk mereka, karena Nabi SAW sendiri menziarahi dan berdoa untuk mereka. Kepada para sahabatnya, beliau mengajarkan apabila mereka berziarah kubur agar mengucapkan : “Semoga salam sejahtera terlimpah untuk kamu sekalian, wahai para penghuni kubur yang mukmin dan muslim. Dan kami pun insya Allah akan menyusul kamu sekalian, semoga Allah mengaruniai keselamatan untuk kami dan kamu sekalian”. (HR. Muslim).

Di Madinah Munawwarah tidak ada Masjid ataupun tempat yang sunat untuk diziarahi selain Masjid dan tempat-tempat yang tersebut diatas. Oleh karena itu janganlah anda memberatkan diri atau bersusah-payah mengerjakan sesuatu yang tidak ada pahalanya, bahkan mungkin anda akan mendapatkan dosa dari perbuatan tersebut. Hanya Allah-lah yang Maha Pemberi Taufik.

Sekian dan semoga menjadi pembelajaran, Wassalamu Alaikum WR WB….

Kewajiban Bagi Yang Sedang Berihram

Sajadah Muslim – Assalamu Alaikum wr wb. Diwajibkan bagi yang berihram untuk haji dan umrah hal-hal berikut :

Pertama : Komitmen melaksanakan kewajiban-kewajiban agama yang telah diperintahkan oleh Allah, seperti Shalat tepat pada waktunya secara berjamaah.

Kedua : Menjauhi semua yang dilarang oleh Allah, berupa rafats (perbuatan atau ucapan yang tidak senonoh seperti bercumbu rayu dan berhubungan badan dengan istri), berbantah-bantahan dan perbuatan fasik (maksiat kepada Allah).

Ketiga : Menghindari ucapan atau perbuatan yang menyakiti sesama Muslim

Keempat : Menjauhi larangan-larangan ihram, berupa :


  1. Membuang rambut atau kuku dengan mencabut atau memotongnya, namun apabila rambut dan kuku itu gugur atau lepas dengan tidak disengaja, maka ia tidak dikenakan denda apa-apa. 
  2. Memakai wangi-wangian di badan atau pakaian, begitu juga pada makanan dan minuman. Adapun jika ada sisa wangi-wangian yang ia pergunakan saat sebelum ihram, maka tidak apa-apa.
  3. Membunuh binatang buruan atau menghalaunya, atau membantu orang yang berburu, selagi ia masih dalam keadaan ihram.
  4. Meminang atau melangsungkan akad nikah, baik untuk dirinya maupun untuk orang lain, begitu juga mengadakan hubungan dengan istri atau menjamahnya dengan syahwat, selama ia dalam keadaan ihram.
Larangan-larangan tersebut di atas berlaku bagi pria dan wanita. Dan khusus bagi pria ada larangan-larangan sebagai berikut :
  1. Menutup kepala dengan sesuatu yang menempel. Adapun menggunakan paying atau berteduh dibawah atap kendaraan, atau membawa barang-barang di atas kepala, maka tidak apa-apa. 
  2. Memakai kemeja dan semacamnya yang meliputi seluruh badan atau sebagiannya, begitu juga jubah, sorban, celana dan sepatu kecuali bagi yang tidak mendapatkan kain ihram atau sandal, maka dibolehkan baginya memakai celana, atau sepatu.
Sedangkan bagi wanita diharamkan sewaktu ihram mengenakan sarung tangan dan menutup mukanya dengan cadar atau kerudung. Tetapi bila ia berhadapan muka dengan laki-laki asing yang bukan mahramnya, maka ia wajib menutup mukanya dengan kerudung atau semacamnya, sebagaimana kalau ia tidak dalam keadaan ihram.

Apabila seseorang yang sedang berihram mengenakan pakaian yang berjahit atau menutup kepalanya, atau memakai wangi-wangian, atau mencabut rambutnya, atau memotong kukunya karena lupa atau karena tidak tahu, maka ia tidak dikenakan denda apa-apa, dan ia wajib bersegera menghentikan perbuatan-perbuatan tadi  di saat ingat atau mengetahui hukumnya.

Diperbolehkan bagi yang sedang ihram, memakai sandal, cincin, kacamata, alat pendengar (headphone), jam tangan, ikat pinggang biasa dan ikat pinggang yang bersaku untuk menyimpan uang dan kertas-kertas penting. Diperbolehkan juga mengganti kain ihram dan mencucinya, begitu juga mandi dan membasuh tadi ada rambutnya yang rontok tanpa sengaja, maka ia tidak dikenakan denda apa-apa, begitu pula halnya bila ia terkena luka. Sekian semoga bermanfaat. Wassalamu Alaikum wr wb…

Hal-Hal Yang Membatalkan Keislaman

Sajadah Muslim - Assalamu Alaikum wr wb. Perlu diketahui bahwa ada beberapa hal yang dapat membatalkan Keislaman seseorang, dan yang paling banyak terjadi ada sepuluh macam yang wajib dihindari yaitu :

Mempersekutukan Allah dalam Ibadah

Allah SWT berfirman : "Sesungguhnya orang yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka pasti Allah mengharamkan baginya surga dan tempatnya (kelak) adalah neraka, tidaklah ada bagi orang-orang zalim itu seorang penolongpun”. Dan diantara perbuatan syirik tersebut ialah berdoa dan memohon pertolongan kepada orang-orang yang telah mati, begitu pula bernazar dan menyembelih kurban demi mereka."

Berdoa kepada selain Allah atau Perantara-Nya

Barangsiapa yang menjadikan sesuatu sebagai perantara antara dirinya dengan Allah, berdoa dan memohon syafa’at serta bertawakkal kepada perantara tersebut maka hukumnya kafir menurut kesepakatan para ulama (ijma’).

Tidak Mengkafirkan Orang-Orang Musyrik

Barangsiapa yang tidak mengkafirkan orang-orang musyrik atau ragu akan kekafiran mereka atau membenarkan paham (mahzab) mereka, maka dengan demikian dia telah kafir.

Berkeyakinan Kepada Thaghut dan Mengenyampingkan Hukum Rasulullah SAW

Barangsiapa yang berkeyakinan bahwa selain tuntunan Nabi Muhammad SAW itu lebih sempurna atau selain ketentuan hukum beliau lebih baik, sebagaimana mereka yang mengutamakan aturan-aturan manusia yang melampaui batas lagi menyimpang dari hukum Allah (aturan-aturan Thaghut), dan mengenyampingkan hukum Rasulullah SAW, maka yang berkeyakinan seperti itu adalah kafir. Contoh :
  1. Berkeyakinan bahwa aturan-aturan dan perundang-undangan yang diciptakan manusia lebih utama dari pada syariat Islam atau berkeyakinan bahwa aturan Islam tidak layak untuk diterapkan pada abad modern ini, atau berkeyakinan bahwa Islam adalah sebab kemunduran kaum Muslimin, atau berkeyakinan bahwa Islam itu khusus mengatur hubungan manusia dengan Tuhannya saja, tidak mengatur segi kehidupan lain. 
  2. Berpendapat bahwa melaksanakan hukum Allah seperti memotong tangan pencuri, atau merajam pelaku zina yang telah kawin (muhshan) tidak cocok lagi dengan zaman sekarang. 
  3. Berkeyakinan bahwa boleh menggunakan selain hukum Allah dalam segi mu’amalat Syariah (seperti perdagangan, sewa menyewa dsb), atau dalam hukum pidana, atau lainnya, sekalipun tidak disertai dengan keyakinan bahwa hukum-hukum tersebut lebih utama dari Syariat Islam. Karena dengan demikian berarti ia telah menghalalkan apa yang diharamkan oleh Allah menurut kesepakatan para ulama (ijima’) sedangkan setiap orang yang menghalalkan apa yang sudah jelas dan tegas diharamkan oleh Allah dalam agama, seperti berzina, minum khamar (segala minuman yang memabukkan), riba dan menggunakan undang-undang selain Syariat Allah, maka ia adalah kafir menurut kesepakatan para ulama (ijima’).

Tidak Menyukai Syariat Rasulullah SAW

Barangsiapa yang membenci sesuatu yang telah ditetapkan oleh Rasulullah SAW sebagai syariat beliau, sekalipun ia ikut mengamalkannya, maka ia menjadi kafir, karena Allah SWT berfirman : "Demikian itu adalah dikarenakan mereka benci terhadap apa yang diturunkan oleh Allah, maka Allah menghapuskan (pahala) segala amal perbuatan mereka".

Mengolok-Olok Allah, Kitab-Nya, dan Rasul-Nya

Barangsiapa yang mengolok-olok Allah, atau Kitab-Nya, atau Rasul-Nya, atau sesuatu yang merupakan ajaran agama-Nya, maka ia menjadi kafir, karena Allah SWT telah berfirman : "Katakanlah (wahai Muhammad) : "Apakah dengan Allah, ayat-ayat-Nya dan Rasul-Nya kamu selalu berolok-olok ? Tidak usah kamu minta maaf. Karena kamu telah kafir setelah beriman".

Mengamalkan Ilmu Sihir

Sihir, diantaranya adalah ilmu guna-guna atau santet (sharf) yaitu merubah kecintaan seorang suami kepada istrinya menjadi kebencian, begitu juga ilmu pekasih (‘athf) yaitu menjadikan seseorang mencintai sesuatu yang tidak disenanginya dengan cara-cara syetan. Maka barangsiapa yang mengerjakan hal-hal tersebut, atau senang dan rela dengannya berarti ia telah kafir, karena Allah berfirman : "Sedangkan kedua Malaikat itu tidak mengajarkan (suatu sihir) kepada seorangpun sebelum mengatakan, sesungguhnya kami hanya cobaan (bagimu), sebab itu janganlah kamu kafir".

Menjadikan Kaum Musyrik teman dan Menjauhi Kaum Muslimin

Membantu dan menolong orang-orang musyrik untuk memusuhi kaum Muslimin, karena Allah berfirman : "Dan barangsiapa di antara kamu mengambil mereka (Yahudi dan Nasrani) menjadi pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim".

Tidak Mengikuti Syariat Nabi Muhammad SAW

Barangsiapa yang berkeyakinan bahwa sebagian manusia diperbolehkan tidak mengikuti syariat Muhammad SAW, maka ia adalah kafir, karena Allah berfirman : "Barangsiapa yang mencari Agama selain Agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) dari padanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi".

Berpaling Dari Agama Allah

Berpaling dari agama Allah atau dari hal-hal yang menjadi syarat mutlak sebagai Muslim dengan tanpa mempelajarinya dan tanpa mengamalkannya, karena Allah berfirman : "Dan siapakah yang lebih zalim dari pada orang yang telah di peringatkan dengan ayat-ayat Tuhannya, kemudian ia berpaling dari padanya ? Sesungguhnya Kami akan memberikan pembalasan kepada orang-orang yang berdosa". Dan Allah juga berfirman : "Dan orang-orang yang kafir berpaling dari apa yang diperingatkan kepada mereka".

Dalam hal-hal yang membatalkan keislaman ini, tidak ada bedanya antara yang main-main dan yang sungguh-sungguh sengaja melanggar dan yang karena takut terkecuali yang dipaksa. Kita berlindung kepada Allah dari hal-hal yang mendatangkan kemurkaan-Nya dan kepedihan siksa-Nya. Sekian, Wassalamu Alaikum wr wb..
 

Kisah Nabi Yang Diutus Pada Kaum Yasin

Sajadah Muslim - Firman Allah SWT : "Dan buatlah bagi mereka suatu perumpamaan, yaitu penduduk suatu negeri ketika utusan-utusan datang kepada mereka. (Yaitu) ketika Kami mengutus kepada mereka dua orang utusan, lalu mereka mendustakan keduanya; kemudian Kami kuatkan dengan (utusan) yang ketiga, maka ketiga utusan itu berkata: 'Sesungguhnya kami adalah orang-orang yang diutus kepadamu.' Mereka menjawab: 'Kamu tidak lain hanyalah manusia seperti kami dan Allah Yang Maha Pemurah tidak menurunkan sesuatu pun, kamu tidak lain hanyalah pendusta belaka.' Mereka berkata: 'Tuhan kami mengetahui bahwa sesungguhnya kami adalah orang yang diutus kepada kamu. Dan kewajiban kami tidak lain hanyalah menyampaikan (perintah Allah) dengan jelas.' Mereka menjawab : "Sesungguhnya kami bernasib malang karena kamu, sesungguhnya kamu jika tidak berhenti (menyeru kami), niscaya kami akan merajam kamu dan kamu pasti akan mendapat siksa yang pedih dari kami. "Utusan-utusan itu berkata : "Kemalangan kamu itu adalah karena kamu sendiri. Apakah jika kamu diberi peringatan (kamu mengancam kami) ? Sebenarnya kamu adalah kaum yang melampaui batas. " (QS. Yasin: 13-19)

Allah SWT menceritakan kepada kita tentang tiga nabi tanpa menyebut nama-nama mereka. Hanya saja, Al-Qur'an menyebutkan bahwa kaum yang didatangi tiga nabi tersebut mendustakan mereka. Mereka mengingkari bahwa tiga nabi itu sebagai utusan Allah. Ketika para rasul itu menunjukan bukti kebenaran mereka, kaumnya berkata bahwa kedatangan mereka justru membawa kesialan. Mereka mengancam para nabi itu dengan rajam, pembunuhan, dan siksaan yang pedih. Para nabi itu menolak ancaman ini dan menuduh kaumnya membuat tindakan yang melampui batas. Mereka justru menganiaya diri mereka sendiri.

Al-Qur'an al-Karim dalam konteks ayat tersebut tidak menceritakan bagaimana urusan para nabi itu. Yang ditonjolkan oleh Al-Qur'an adalah urusan seorang mukmin yang mengikuti para nabi itu. Hanya dia satu-satunya yang beriman kepada nabi. Kelompok yang kecil ini berhadapan dengan kelompok yang besar yang menentang para nabi. Laki-laki itu datang dari negeri yang jauh. Dan dalam keadaan berlari, ia mengingatkan kaumnya. Hatinya telah terbuka untuk menerima kebenaran. Belum lama ia menyatakan keimanannya sehingga kemudian ia dibunuh oleh orang-orang kafir.

Allah SWT berfirman: "Dan datanglah dari ujung kota, seorang laki-laki (Habib an-Najjar) dengan bergegas-gegas ia berkata: 'Hai kaumku, ikutilah utusan-utusan itu, ikutilah orang yang tiada minta balasan kepadamu; dan mereka adalah orang-orang yang mendapat petunjuk. Mengapa aku tidak menyembah (Tuhan) yang telah menciptakanku dan yang hanya kepada-Nya-lah kamu (semua) akan dikembalikan ? Mengapa aku akan menyembah tuhan-tuhan selain-Nya, jika (Allah) Yang Maha Pemurah menghendaki kemudharatan terhadapku, niscaya syafaat mereka tidak memberi manfaat sedikit pun bagi diriku dan mereka tidak (pula) dapat menyelamatkanku ? Sesungguhnya aku kalau begitu pasti berada dalam kesesatan yang nyata. Sesungguhnya aku telah beriman kepada Tuhanmu; maka dengarkanlah (pengakuan keimanan)ku." (QS. Yasin: 20-25)

Konteks Al-Qur'an hanya menyebutkan atau membatasi tentang proses pembunuhan itu. Belum lama orang mukmin itu atau belum sampai ia menghembuskan nafas terakhirnya sehingga Allah SWT mengeluarkan perintah-Nya dan mengatakan: "Dikatakan (kepadanya): 'Masuklah ke surga.' Ia berkata: 'Alangkah baiknya sekiranya kaumku mengetahui, apa yang menyebabkan Tuhanku memberi ampun kepadaku dan menjadikan aku termasuk orang-orang yang dimuliakan." (QS. Yasin: 26-27)

Jadi, Al-Qur'an al-Karim tidak menyebutkan nama-nama para nabi itu dan kisah-kisah mereka, tetapi yang ditonjolkan adalah kisah lelaki mukmin di mana dalam konteks ayat tersebut nama laki-laki mukmin pun tidak disebutkan. Tentu penyebutan namanya tidak penting, tetapi yang lebih penting adalah apa yang terjadi padanya. Beliau adalah seorang mukmin yang mengikuti para nabi AllahSWT.

Dikatakan kepadanya : masuklah ke dalam surga. Tentu proses penyiksaan yang diterimanya dan pembunuhannya bukan membawa suatu nilai yang besar tetapi yang perlu diperhatikan adalah bahwa ia beriman dan tetap berjuang membela para nabi. Meski-pun ia mendapatkan ancaman pembunuhan, ia tetap menunjukkan keimanannya dan keimanannya itu tetap membara. "Sesungguhnya aku telah beriman kepada Tuhanmu; maka dengarkanlah (pengakuan keimanan)ku."
 
Sumber : quran.al-shia.org

Kisah Nabi Khidir AS Dengan Nabi Musa AS

Sajadah Muslim - Assalamu Alaikum wr wb. Nabi Khidir AS merupakan Hamba Allah SWT yang sangat khusus, karena beliau adalah salah satu hamba Allah yang ditunda kematiannya dan masih diberi rezeki. Selain itu beliau diutus untuk  memberi pelajaran Makrifat kepada Para Wali, para Sufi, maupun kepada orang  yang dengan tekun mendekatkan diri kepada Allah SWT. 


Nabi Khidir AS mengajarkan ilmu tentang Makrifat, ada yang menyebutkan Nabi Khidir AS juga mengajarkan ilmu Laduni. Banyak orang yang ingin bertemu dengan Nabi Khidir AS, terutama para penganut Tarekat, ataupun mereka yang ingin berguru kepada Nabi Khidir AS. Kesalahan terbesar mereka adalah karena mereka ingin bertemu, seharusnya jangan punya keinginan untuk bertemu, ikhlaskanlah beliau yang menemui kita

Al-Khiḍr (Khaḍr, Khaḍer, al-Khaḍir) keterangan mengenai beliau terdapat dalam Al-Qur’an   Surah Al-Kahfi ayat 65-82.  dan beberapa hadist. “Mystical Dimensions of Islam”, oleh penulis Annemarie Schimmel, Khidir dianggap sebagai salah satu Nabi dari empat Nabi dalam kisah Islam dikenal sebagai “Sosok yang masih Hidup” atau “Abadi”. Tiga lainnya adalah Nabi Idris AS, Nabi Ilyas AS,  dan Nabi Isa AS. Nabi Khidir AS abadi karena ia dianggap telah meminum air kehidupan. Khidir merupakan sosok yang sangat misterius. Ia pun dikisahkan dalam sebuah perjalanan Musa yang penuh hal ajaib, luar biasa, dan tentunya penuh misteri.

Suatu hari, seorang dari Bani Israil menemui Musa dan kemudian bertanya, “Wahai Nabiyullah, adakah di dunia ini orang yang lebih berilmu darimu ?” ujarnya. Tersentak, Nabi Musa AS pun jelas menjawab, “Tidak”. Tentu saja, siapa yang mampu menandingi ilmu Musa, utusan Allah kala itu. Sumber tuntunan agama dan sumber pengetahuan wahyu Allah ada di genggaman Musa. Ia memiliki Taurat dan beragam mukjizat dari-Nya. Namun, rupanya Allah memiliki hamba lain selain Musa yang lebih berilmu. Allah pun menegur dengan mewahyukan pada Musa bahwa tak seorang pun di muka bumi yang mampu menguasai semua ilmu. Tak hanya Musa, di belahan bumi lain pun terdapat seorang yang memiliki ilmu luar biasa. Ilmu itu tak dimiliki Musa sekalipun. Orang itu juga seorang Nabi. Mengetahui hal tersebut, sontak Musa pun ingin berguru pada orang tersebut. Ia bersemangat ingin menuntut ilmu dan menambah pengetahuannya.

Sesungguhnya teguran Allah Swt itu mencetuskan keinginan yang kuat dalam diri Nabi Musa AS untuk menemui hamba yang shaleh itu. Di samping itu, Nabi Musa AS juga ingin sekali mempelajari ilmu dari Hamba Allah tersebut. Nabi Musa AS kemudian menunaikan perintah Allah SWT itu dengan membawa ikan di dalam wadah dan berangkat bersama-sama pembantunya yang juga merupakan murid dan pembantunya, Yusya bin Nun. Mereka berdua akhirnya sampai di sebuah batu dan memutuskan untuk beristirahat sejenak karena telah menempuh perjalanan cukup jauh. Ikan yang mereka bawa di dalam wadah itu tiba-tiba meronta-ronta dan selanjutnya terjatuh ke dalam air. Allah SWT membuatkan aliran air untuk memudahkan ikan sampai ke laut. Yusya` tertegun memperhatikan kebesaran Allah SWT menghidupkan semula ikan yang telah mati itu. Selepas menyaksikan peristiwa yang sungguh menakjubkan dan luar biasa itu, Yusya’ tertidur dan ketika terjaga, beliau lupa untuk menceritakannya kepada Nabi Musa AS. Mereka kemudian meneruskan lagi perjalanan siang dan malamnya dan pada keesokan paginya. Ibn Abbas berkata, “Nabi Musa sebenarnya tidak merasa letih sehingga baginda melewati tempat yang diperintahkan oleh Allah supaya menemui hamba-Nya yang lebih berilmu itu.”.

Pejalanan melelahkan keduanya hingga mereka merasa lapar. Ketika Musa menanyakan bekal untuk makan, Yusya baru teringat pada si ikan. “Saat kita istirahat di batu tadi, sungguh aku benar-benar lupa mengabarkan tentang ikan itu. Tidaklah yang melupakanku untuk mengabarkannya padamu kecuali setan. Ikan itu kembali ke laut dengan cara yang aneh sekali,” ujar Yusya. Musa pun langsung mengetahui itu adalah sebuah tanda, “Itulah tempat yang kita cari,” ujar Musa bersemangat. Lupa sudah rasa lapar tadi, keduanya pun kembali ke arah semula tempat mereka beristirahat. Terdapat banyak pendapat tentang tempat pertemuan Musa dengan Khidir. Ada yang mengatakan bahwa tempat tersebut adalah pertemuan Laut Romawi dengan Persia yaitu tempat bertemunya Laut Merah dengan Samudra Hindia. Pendapat yang lain mengatakan bahwa lautan tersebut terletak di tempat pertemuan antara Laut Roma dengan Lautan Atlantik. Di samping itu, ada juga yang mengatakan bahwa lautan tersebut terletak di sebuah tempat yang bernama Ras Muhammad yaitu antara Teluk Suez dengan Teluk Aqabah di Laut Merah.

Ketika mereka telah Sampai pada tempat yang mereka tuju dan bertemu dengan sosok pria yang wajahnya tertutup sebagian oleh kudung. Sikapnya tegas menunjukkan kesalehannya. Pria itulah ialah Nabi Khidir AS. “Bolehkah aku mengikutimu agar kau bisa mengajarkanku sebagian ilmu di antara ilmu-ilmu yang kau miliki ?” ujar Nabi Musa AS kepada Khidir AS. Nabi Khidir AS menjawab, “Sesungguhnya kamu sekali-kali tidak akan sanggup bersabar bersama-samaku”(Surah Al-Kahfi : 67). “Wahai Musa, sesungguhnya ilmu yang kumiliki ini ialah sebagian dari pada ilmu karunia dari Allah yang diajarkan kepadaku tetapi tidak diajarkan kepadamu wahai Musa. Kamu juga memiliki ilmu yang diajarkan kepadamu yang tidak kuketahuinya.” Nabi Musa berkata, “Insya Allah tuan akan mendapati diriku sebagai seorang yang sabar dan aku tidak akan menentang tuan dalam sesuatu urusan pun.” (Surah Al-Kahfi : 69). Dia (Khidir) selanjutnya mengingatkan, “Jika kamu mengikutiku, maka janganlah kamu menanyakan kepadaku tentang sesuatu pun sehingga aku sendiri menerangkannya kepadamu.” (Surah Al-Kahfi : 70). Nabi Musa AS mengikuti Nabi Khidir AS dan terjadilah peristiwa yang menguji diri Musa yang telah berjanji bahwa Nabi Musa AS tidak akan bertanya mengenai sesuatu tindakan  Nabi Khidir AS. Setiap tindakan Nabi Khidir AS itu dianggap aneh dan membuat Nabi Musa AS terperanjat.

Peristiwa ketika Nabi Khidir AS menghancurkan perahu yang mereka tumpangi. Nabi Musa AS bertanya kepada Nabi Khidir AS. Nabi Khidir AS mengingatkan akan janji Nabi Musa AS, dan Nabi Musa AS meminta maaf karena lalai mengingkari janji  untuk tidak bertanya mengenai tindakan Nabi Khidir AS. Ketika  mereka tiba di suatu daratan, Nabi Khidir AS membunuh bocah yang sedang bermain dengan teman sebayanya. Dan lagi-lagi Nabi Musa AS bertanya kepada Nabi Khidir AS. Nabi Khidir AS kembali mengingatkan janji Nabi Musa AS, dan beliau diberi kesempatan terakhir untuk tidak bertanya-tanya terhadap yang dilakukan oleh Nabi Khidir AS, jika masih bertanya lagi maka Nabi Musa AS harus rela untuk tidak mengikuti perjalanan lagi bersama Nabi Khidir AS. Mereka melanjutkan perjalanan hingga sampai disuatu Perkampungan. Sikap penduduk Kampung itu tidak bersahabat dan tidak mau menerima kehadiran mereka, hal ini membuat Nabi Musa AS merasa kesal terhadap penduduk itu. Setelah dikecewakan oleh penduduk, Nabi Khidir AS malah menyuruh Nabi Musa AS untuk  memperbaiki tembok suatu rumah yang rusak . Nabi Musa AS tidak kuasa untuk bertanya terhadap sikap Nabi Khidir AS ini. Akhirnya Nabi Khidir AS menegaskan pada Nabi Musa AS bahwa beliau tidak dapat menerima Nabi Musa AS untuk menjadi muridnya dan Nabi Musa AS tidak diperkenankan untuk terus melanjutkan  bersama dengan Nabi Khidir AS.

Nabi Khidir AS menguraikan  mengapa beliau melakukan hal-hal yang membuat Nabi Musa AS bertanya. Adapun perahu itu adalah kepunyaan orang-orang miskin yang bekerja di laut, dan aku bertujuan merusakkan perahu itu, karena di hadapan mereka ada seorang raja yang merampas tiap-tiap perahu. Dan adapun bocah itu maka kedua orang tuanya adalah orang-orang mukmin, dan kami khawatir bahwa dia akan mendorong kedua orang tuanya itu kepada kesesatan dan kekafiran. Dan kami menghendaki, supaya Tuhan mereka mengganti bagi mereka dengan anak/bocah lain yang lebih baik kesuciannya dari anaknya itu dan lebih dalam kasih sayangnya kepada ibu bapaknya. Adapun dinding rumah itu adalah kepunyaan dua orang anak yatim di kota itu, dan di bawahnya ada harta benda simpanan bagi mereka berdua, sedang ayahnya adalah seorang yang saleh, maka Tuhanmu menghendaki agar supaya mereka sampai kepada kedewasaannya dan mengeluarkan simpanannya itu, sebagai rahmat dari Tuhanmu, dan bukanlah aku melakukannya itu menurut kemauanku sendiri. Demikian itu adalah tujuan perbuatan-perbuatan yang kamu tidak dapat sabar terhadapnya”.
 
Itulah Kisah Nabi Khidir AS yang melakukan perjalanan bersama Nabi Musa AS dan semoga menjadi pembelajaran bagi kita. Amin !!! Wassalamu Alaikum wr wb.

Kisah Nabi Yahya AS

Sajadah Muslim - Assalamu Alaikum wr wb. Nabi Yahya AS adalah Anak dari Nabi Zakaria AS, Nabi Yahya AS dilahirkan saat orang tuanya telah berusia senja, Nabi Yahya AS yang lahir pada tahun 7 SM merupakan anak satu- satunya Nabi Zakaria yang juga merupakan keturunan langsung dari Nabi-Nabi yaitu Nabi Sulaiman AS. Sejak kecil, Nabi Yahya AS sudah diajari oleh ayahnya tentang ajaran- ajaran yang terkandung dalam kitab Taurat dan Zabur. Nabi Yahya diangkat Allah SWT menjadi Nabi  dan Rasul pada tahun 27 M. 


Beliau membantu ayahnya dalam berdakwah dengan mengingatkan kaumnya dan para pemimpin Bani Israil yang melanggar hukum Taurat. Ia sangat berani menegakkan kebenaran dan menerapkan hukum agama dengan tegas. Ia juga selalu menganjurkan agar kaumnya yang berdosa segera bertaubat. Pertaubatan ini ditandai dengan dipermandikan atau dibaptiskan di sungai Yordan. Karena itu, Yahya dijuluki al-Ma'madan (Pembaptis). Hingga sekarang, upacara pembaptisan ini masih dilakukan oleh umat Kristiani.

Sebelum kelahiran Yahya, Nabi Zakaria sudah diberitahu tentang putranya yang akan membenarkan Firman Allah SWT mengenai kedatangan Nabi Isa AS : “Kemudian Malaikat (Jibril) memanggil Zakaria, sedang ia tengah berdiri melakukan shalat di mihrab (katanya) : “Sesungguhnya Allah menggembirakan kamu dengan kelahiran (seorang puteramu) Yahya, yang membenarkan kalimat (yang datang) dari Allah, menjadi ikutan, menahan diri (dari hawa nafsu) dan seorang Nabi termasuk keturunan orang-orang saleh”. (QS. Ali Imran :39). Di kemudian hari Nabi Yahya yang membaptis Nabi Isa AS dan membenarkan risalah atau syariat yang dibawanya. Namun Nabi Yahya tidak sempat ikut membela risalah itu karena tewas dibunuh oleh Raja Herodus.

Nabi Yahya AS hidup pada saat Yerussalem berada di bawah kekuasaan Kekaisaran Romawi (4 SM - 39 M) dengan Herodus sebagai penguasa setempat. Suatu ketika Raja Herodus berencana menikahi anak tirinya, Herodia. Tapi Yahya mengetahui rencana itu. Maka ia segera mengeluarkan fatwa larangan, karena menurut hukum Taurat, anak tiri haram dinikahi. Tapi Herodia tidak ingin pernikahannya gagal. Maka ia meminta Raja Herodus membunuh Yahya. Raja Herodus segera menangkap Yahya dan memasukkannya ke penjara. Akhirnya Yahya dibunuh oleh Raja Herodus untuk memenuhi permintaan kekasihnya itu.

Di dalam Al-Quran Nabi Yahya AS tidak banyak diceritakan, hanya dijelaskan beliau dikaruniai hikmah dan ilmu semasa kecil. Beliau hormat pada orang tuanya, dan tidak sombong atau pun durhaka. Beliau pintar dan tajam pemikirannya, beribadah siang malam. Di kalangan bani Israil, beliau dikenal sebagai ahli agama dan hafal Taurat.

Kisah Nabi Yahya AS Saat berdialog dengan Iblis

Pada suatu hari, datanglah iblis menghadap Nabi Yahya as dan dia berkata :
  • Iblis : "Wahai Nabi Yahya, aku ingin memberimu nasehat". 
  • Nabi Yahya AS : "Kamu berdusta. Kamu jangan menasehati aku, tetapi beritahukan kepadaku tentang anak cucu Nabi Adam AS”.
  • Iblis : "Anak cucu Adam itu menurut asal ada tiga golongan, yaitu: (1) Golongan yang paling keras terhadap golongan kami, Bila saya menemukan kesempatan untuk menggodanya, maka kesempatan itu tidak bisa saya manfaatkan sehingga kami tidak memperoleh apa-apa dari mereka. (2) Golongan yang kami kuasai, Mereka ini ditangan kami tidak ubahnya seperti bola di tangan para anak-anak kami yang kapan saja bisa dimainkan. Kami puas atas mereka. (3) Golongan orang-orang seperti Anda, Mereka ini oleh Allah SWT dilindungi sehingga saya tidak dapat menembus mereka.
  • Nabi Yahya as : "Kalau begitu, apakah kamu mampu menggoda saya ?"
  • Iblis : "Tidak, tapi hanya sekali saja saya mampu menggoda anda. Yaitu ketika anda menghadapi makanan, lalu anda memakan makanan itu sekenyang-kenyangnya sampai anda tertidur pada waktu itu juga. Saat itu anda tidak melakukan shalat malam seperti pada malam-malam sebelumnya”.
Karena Iblis tidak mampu menggoda Nabi Yahya AS, maka iblis pun pergi untuk kembali nanti. Iblis berfikir, mungkin di kesempatan lain bisa menggoda Nabi Yahya AS. Iblis mendatangi Nabi Yahya AS lagi, dan kali ini iblis tengah memperlihatkan dirinya dengan beberapa barang yang tergantung.
Dan terjadilah dialog lagi dengan mereka.
  • Nabi Yahya AS : "Apakah barang-barang yang tergantung itu, wahai Iblis laknatullah ?" 
  • Iblis : "Ini adalah beberapa syahwat yang saya dapat dari anak Adam”.
  • Nabi Yahya AS : "Apakah aku juga ada (syahwat) ?"
  • Iblis : "Kadang-kadang Anda kebanyakan makan (maksudnya sekali itu saja hingga Beliau tertidur), lalu Anda berat untuk menjalankan shalat dan dzikir kepada Allah SWT."
  • Nabi Yahya AS : "Apakah ada yang lain?"
  • Iblis : "Tidak ada. Wallahi tidak ada." (Ini menunjukkan bahwa para Nabi dan Rasul itu benar-benar dilindungi oleh Allah SWT dari perbuatan dosa).
  • Nabi Yahya AS : "Ketahuilah wahai Iblis, sesungguhnya Allah SWT tidak akan memenuhkan perut saya dari berbagai makanan."
  • Iblis : "Saya rasa demikian. Saya pun juga begitu, saya tidak akan memberi nasehat kepada anak cucu Adam".
Sekian dan semoga Kisah Nabi Yahya AS menjadi pembelajaran bagi kita, Wassalamu Alaikum wr wb !!!

Kisah Nabi Uzair AS Tertidur 100 Tahun

Sajadah Muslim - Diceritakan bahwa seorang Nabi dari kalangan bani Israil bernama Uzair berjalan menyusuri sebuah perkampungan dengan mengendarai seekor kudanya. Setelah jauh berjalan, tiba-tiba dia tersesat ke suatu perkampungan yang rata dengan tanah setelah dihancurkan oleh sekelompok tentara. Di perkampungan itu, dia melihat kehancuran yang luar biasa, bangkai manusia dan hewan berserakan di mana-mana serta tulang-belulang manusia bertebaran di semua tempat. Ketika itulah, dia berkata dalam hati, “Bagaimana caranya Allah menghidupkan kembali semua yang telah berserakan ini setelah matinya ?”.

Perlu diketahui Nabi Uzair AS adalah seorang hamba Allah SWT yang hidup pada zaman Nabi Isa AS. Nabi Uzair AS adalah seorang Nabi dan Rasul utusan Allah SWT yang salah satu diantara 313 Rasul utusan Allah SWT. Nama Uzair berasal dari kata Azaro, yang artinya “mengkoreksi”, yaitu mengkoreksi kebenaran dengan kebenaran yang sebenarnya dan mengkoreksi kesalahan  menjadi suatu kebenaran yang semestinya. Nabi Uzair AS adalah seorang lelaki yang amat sholeh dan paham pada kitab Taurat. Ia dikatakan memahami setiap isi kandungan Taurat. Beliau menjadi rujukan setiap masyarakat Yahudi pada zaman itu.

Karena kelelahan Nabi Uzair AS beristirahat sejenak di perkampungan itu. Di bawah sebatang pohon dia kemudian tertidur dengan tidur yang sangat lama, karena Allah menidurkannya selama seratus tahun (100 Tahun). Tubuhnya kemudian hancur dan telah menjadi tanah, orang-orang pun telah melupakannya.

Setelah 100 tahun ia tertidur, Allah SWT membangunkan atau menghidupkannya kembali dengan jasad sebagaimana semula saat mulai tertidur. Kemudian Allah bertanya kepada beliau: “Berapa lama kamu tinggal di sini ?” Beliau menjawab: “Saya telah tinggal di sini sehari atau setengah hari”. Allah berfirman: “Sebenarnya kamu telah tinggal di sini seratus tahun lamanya; lihatlah kepada makanan dan minumanmu yang belum lagi berobah; dan lihatlah kepada keledai kamu (yang telah menjadi tulang belulang), Kami akan menjadikan kamu tanda kekuasaan Kami bagi manusia, dan lihatlah kepada tulang belulang keledai itu, kemudian Kami menyusunnya kembali, kemudian Kami membalutnya dengan daging”. Maka tatkala telah nyata kepadanya (bagaimana Allah menghidupkan yang telah mati) beliau pun berkata: “Saya yakin bahwa Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu”. (QS. Al-Baqarah : 259).

Setelah bangun atau hidup kembali, Nabi Uzair AS mengelola wilayah itu, dari kehancuran, kegersangan, kesunyian tanpa kehidupan sampai menjadi suatu wilayah dengan masyarakat yang beriman kepada Allah SWT yang aman dan sejahtera. Beliau mengelola wilayah itu selama berpuluh-puluh tahun. Tersebarlah keadaan beliau dan wilayah itu ke semua penjuru bumi hingga ke Kerajaan yang sedang berkuasa pada saat itu. Kemudian tentara Kerajaan besar itu menyerang wilayah itu, sehingga akhirnya beliau dipindahkan dan diangkat oleh Allah SWT ke alam batiniyyah, sebagaimana yang terjadi pada Nabi Isa AS.

Setelah kehilangan Nabi Uzair AS, rakyat di wilayah itu menjadi kebingungan karena tidak ada pengelola wilayah yang mampu meneruskan tata kelola wilayahnya sebaik Nabi Uzair AS. Maka datanglah sesosok setan yang berjasad manusia dan berkata kepada penduduk daerah itu, “Jika kamu sekalian menginginkan keadaan sejahtera lagi, maka buatlah patung Uzair, dan sembahlah dan mintalah kepada patung itu, karena Uzair adalah Putra Allah” (Sungguh setan musuh manusia yang nyata. “Sesungguhnya setan itu hanya menyuruh kamu berbuat jahat dan keji, dan mengatakan terhadap Allah apa yang tidak kamu ketahui. Dan apabila dikatakan kepada mereka: “Ikutilah apa yang telah diturunkan Allah,” mereka menjawab: “(Tidak), tetapi kami hanya mengikuti apa yang telah kami dapati dari (perbuatan) nenek moyang kami”. “(Apakah mereka akan mengikuti juga), walaupun nenek moyang mereka itu tidak mengetahui suatu apa pun, dan tidak mendapat petunjuk?” (QS. Al-Baqarah : 169-170).

Maka patung itu diwujudkan oleh Raja Kerajaan besar itu dan dijadikan sesembahan. Demikianlah jadinya Raja tersebut menyembah patung Uzair. Dan terjadilah kekosongan keimanan kepada Allah SWT dan mendewakan patung Uzair. Kemusyrikan Orang-Orang Kafir itu dalam Kebiasaan menyembah patung Uzair itu ditiru oleh orang-orang kafir musyrik Yahudi, sebagaimana firman Allah SWT dalam Al Qur’an Surat At Taubah 30-31 : “Orang-orang Yahudi berkata: “Uzair itu putra Allah” dan orang Nasrani berkata: “Al Masih itu putra Allah“. Demikian itulah ucapan mereka dengan mulut mereka, mereka meniru perkataan orang-orang kafir yang terdahulu. Dilaknati Allah-lah mereka; bagaimana mereka sampai berpaling ?.” “Mereka menjadikan rabbi- rabbi (orang-orang alimnya) dan rahib-rahib mereka sebagai tuhan selain Allah, dan (juga mereka mempertuhankan Uzair dan Al Masih putra Maryam, padahal mereka hanya disuruh menyembah Tuhan Yang Maha Esa, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia. Maha Suci Allah dari apa yang mereka persekutukan". (QS. At Taubah : 30-31).

Hadist Nabi Muhammad SAW tentang Nabi Uzair AS : Diriwayatkan oleh Abdullah bin Abdurrahman bin Abu Bakar As-Shidiq, di Kitab Nuril Akwan yang ditulis oleh Abi Hasan Al Bishri, Rasulullah SAW bersabda : “Barang siapa bersaksi bahwa sesungguhnya Nabi Uzair itu adalah hamba Allah yang Maha Pemurah, maka Allah membukakan baginya pintu surga dan menjauhkannya dari tipu daya setan dan menyatukannya bersama hamba-hamba Allah yang Maha Pemurah". (Syahadat ini dibaca setelah syahadat kepada Allah dan RasulNya).

Kesalahan-Kesalahan Dalam Beribadah Haji

Sajadah Muslim - Assalamu Alaikum Wr Wb. Ibadah Haji adalah berkunjung ke Baitullah (Ka’bah) untuk melakukan beberapa amalan antara lain, Wukuf, Tawaf, dan amalan lainya pada masa tertentu, demi memenuhi panggilan Allah SWT dan mengharapkan ridha-Nya. 


Ibadah Haji hanya diperuntukkan bagi orang yang mampu (istitha’ah). Maksudnya adalah mampu melaksanakan ibadah haji ditinjau dari segi Jasmani, Sehat dan kuat agar tidak sulit melakukan ibadah haji. Ditinjau dari segi Rohani, mengetahui manasik haji dan berakal sehat serta memiliki kesiapan mental untuk melakukan ibadah haji dengan perjalanan jauh agar tidak terjadi kesalahan-kesalahan saat melakukan ibadah haji. Berikut Kesalahan-Kesalahan Dalam Beribadah Haji :

Kesalahan Berhaji Dalam Ihram

Melampaui miqat yang dilaluinya tanpa berihram dari miqat tersebut, sehingga sampai ke Jeddah atau ke daerah yang sudah dalam kawasan miqat, kemudian ia melakukan ihram dari sana. Hal ini bertentangan dengan perintah Rasulullah SAW yang mengharuskan setiap jamaah haji berihram dari miqat yang dilaluinya. Maka bagi yang melakukan hal tersebut, wajib kembali ke miqat yang dilaluinya, dan berihram dari sana kalau memang memungkinkan, jika tidak mungkin, maka ia wajib membayar fidyah, yaitu seekor kambing, disembelih di kota Mekkah, kemudian dibagi-bagikan seluruh dagingnya kepada orang-orang fakir. Ketentuan ini berlaku bagi yang datang lewat udara, darat maupun laut. Jika kedatangannya tidak melalui salah satu lima miqat yang telah ditentukan, maka ia harus berihram dari tempat yang sejajar dengan miqat pertama yang dilaluinya. Baca Sekilas Tentang Ibadah Haji

Kesalahan Berhaji Dalam Tawaf

  1. Memulai tawaf sebelum Hajar Aswad, padahal yang wajib haruslah dimulai dari Hajar Aswad.
  2. Tawaf di dalam Hijir Ka’bah, karena dengan demikian itu berarti ia tidak mengelilingi seluruh Ka’bah, tapi hanya sebagiannya saja, karena Hijir tersebut termasuk Ka’bah, oleh sebab itu putaran tawaf yang dilakukannya di dalam Hijir tersebut tidak sah.
  3. Melakukan ramal (berlari-lari kecil) pada seluruh putaran tawaf yang tujuh, padahal ramal itu hanya dilakukan pada tiga putaran pertama, dan itupun hanya dilakukan khusus pada tawaf Qudum saja.
  4. Berdesak-desakan untuk dapat mencium Hajar Aswad, bahkan kadang-kadang sampai saling pukul dan mencaci maki. Hal itu tidak boleh, karena dapat menyakiti sesama muslim, disamping memaki dan memukul antara sesama muslim itu dilarang kecuali dengan jalan hak (yang dibenarkan oleh Agama). Meninggalkan mencium Hajar Aswad tidaklah merusak kepada tawaf, bahkan tawafnya tetap sah sekalipun tidak menciumnya sama sekali. Dan bagi seorang yang tawaf cukup memberikan isyarat sambil bertakbir disaat berada sejajar dengan Hajar Aswad tersebut, sekalipun dari jauh.
  5. Mengusap-usap Hajar Aswad dengan maksud untuk mendapatkan berkah dari batu itu. Hal ini merupakan bi’dah tidak ada dasarnya sama sekali dalam syariat Islam. Padahal menurut tuntunan Rasulullah SAW cukup dengan mengusap dan menciumnya dengan niat ibadah kepada Allah SWT.
  6. Mengusap seluruh pojok Ka’bah, bahkan kadang-kadang mengusap seluruh dindingnya. Padahal Rasulullah SAW tidak pernah mengusap bagian-bagian Ka’bah kecuali Hajar Aswad dan Rukun Yamani saja.
  7. Menentukan doa khusus untuk setiap putaran dalam tawaf, karena hal itu tidak pernah dilakukan oleh Nabi SAW. Adapun yang beliau lakukan setiap melewati Hajar Aswad adalah bertakbir, dan pada setiap akhir putaran antara Hajar Aswad dan Rukun Yamani, beliau membaca : “Wahai Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat, dan lindungilah kami dari siksaan api neraka".
  8. Mengeraskan suara pada waktu tawaf, sebagaimana yang dilakukan sebagian jamaah atau para muthawwif, yang dapat mengganggu orang lain yang sedang tawaf.
  9. Berdesak-desakan untuk melakukan shalat di dekat Maqam Ibrahim. Hal ini menyalahi sunnah, disamping dapat mengganggu dan menyakiti orang-orang yang sedang tawaf, padahal shalat dua rakaat tawaf itu cukup dilakukan ditempat lain di dalam Masjidil Haram.

Kesalahan Berhaji Dalam Sa’i

  1. Ada sebagian jamaah haji, ketika naik ke atas Safa dan Marwah, mereka menghadap Ka’bah sambil mengangkat tangan ke arahnya sewaktu membaca takbir, seolah-olah mereka bertakbir untuk shalat. Yang benar sesuai dengan sunnah Rasulullah SAW adalah mengangkat kedua telapak tangan seperti ketika berdoa.
  2. Berjalan cepat pada waktu Sa’I antara Safa dan Marwah pada seluruh putaran. Padahal menurut sunnah Rasulullah SAW, berjalan cepat itu hanyalah dilakukan antara dua tanda hijau saja, adapun sisanya cukup dengan berjalan biasa.

Kesalahan Berhaji Di Arafah

  1. Sebagian jamaah haji ada yang berhenti diluar batas Arafah, dan tetap berada ditempat tersebut hingga terbenam matahari. Kemudian mereka berangkat ke Muzdalifah tanpa wukuf di Arafah. Ini suatu kesalahan besar, yang mengakibatkan ibadah haji mereka sia-sia, karena sesungguhnya haji itu adalah wukuf di Arafah, untuk itu mereka wajib berada di dalam batas Arafah bukan di luarnya. Maka hendaklah mereka benar-benar memperhatikan masalah wukuf ini, dan berusaha untuk berada dalam batas Arafah. Jika tidak memungkinkan, maka hendaklah mereka memasuki Arafah sebelum terbenam matahari, dan tetap berada disana hingga matahari terbenam. Dan cukup bagi mereka masuk Arafah diwaktu malam, yaitu khusus pada malam hari raya kurban.
  2. Ada sebagian jamaah haji yang berangkat meninggalkan Arafah sebelum matahari terbenam. Hal ini tidak boleh dilakukan, karena Rasulullah SAW melakukan wukuf di Arafah sampai matahari betul-betul telah terbenam.
  3. Berdesak-desakkan untuk dapat naik ke atas bukit Arafah dan sampai ke puncaknya, yang dapat menimbulkan banyak mudarat. Padahal seluruh padang Arafah itu adalah tempat berwukuf, dan naik ke bukit tersebut tidak disyariatkan, begitu juga shalat di atasnya.
  4. Ada sebagian jamaah haji, ketika berdoa menghadap ke bukit Arafah. Menurut Sunnah adalah berdoa menghadap kiblat.
  5. Sebagian jamaah haji ada yang membuat gundukan pasir dan batu kerikil pada hari Arafah ditempat-tempat tertentu. Ini adalah perbuatan yang tidak ada dasarnya sama sekali dalam syariat Allah.

Kesalahan Berhaji Di Muzdalifah

Sebagian jamaah haji, pertama sampai di Muzdalifah, sibuk dengan memungut batu kerikil sebelum melaksanakan shalat maghrib dan isya, mereka berkeyakinan bahwa batu-batu kerikil untuk melontar jumrah itu harus diambil dari Muzdalifah. Yang benar adalah diperbolehkan mengambil batu-batu itu dari seluruh tempat di tanah haram, karena menurut riwayat yang benar dari Nabi SAW, bahwa beliau tidak pernah menyuruh agar dipungutkan untuk beliau batu-batu untuk melontar jumrah Aqabah itu dari Muzdalifah, hanya saja beliau pernah dipungutkan untuknya batu-batu itu diwaktu pagi ketika meninggalkan Muzdalifah setelah masuk kawasan Mina. Demikian pula batu-batu selebihnya beliau pungut dari Mina. Ada pula sebagian jamaah haji yang mencuci batu-batu itu dengan air, padahal tidak disyariatkan.

Kesalahan Dalam Berhaji Saat Melontar Jumrah

  1. Ketika melontar jumrah, ada sebagian jamaah haji yang berkeyakinan, bahwa mereka itu adalah melempar setan, oleh karena itu mereka melempar dengan penuh kemarahan disertai dengan caci maki. Padahal melontar jumrah itu hanyalah disyariatkan semata-mata untuk melaksanakan dzikir kepada Allah SWT.
  2. Sebagian mereka melontar jumrah dengan batu besar, atau dengan sepatu, atau dengan kayu. Ini merupakan perbuatan yang berlebih-lebihan dalam agama yang dilarang oleh Rasulullah SAW. Dan lemparannya dianggap tidak sah. Yang disyariatkan dalam melempar itu hanyalah dengan batu-batu kecil sebesar kotoran kambing.
  3. Berdesak-desakkan dan saling memukul ditempat-tempat jumrah untuk dapat melontar. Padahal yang disyariatkan adalah agar melontar dengan tenang dan hati-hati, dan berusaha semaksimal mungkin untuk tidak menyakiti orang lain.
  4. Melemparkan batu-batu itu seluruhnya. Para ulama mengatakan bahwa cara yang demikian itu hanya terhitung satu kali lontaran. Yang disyariatkan adalah melemparkan batu-batu itu satu persatu, sambil bertakbir pada setiap lontaran.
  5. Mewakilkan orang lain untuk melontar, sedangkan dia sendiri mampu untuk melakukannya, karena menghindari kesulitan dan berdesak-desakkan. Padahal mewakilkan orang lain untuk melontar itu baru diperbolehkan jika ia tidak mampu, karena sakit atau semacamnya.

Kesalahan Dalam Berhaji Saat Tawaf Wada’

  1. Sebagian jamaah haji meninggalkan Mina pada hari nafar (tanggal 12 atau 13 Dzulhijah) sebelum melontar jumrah, dan langsung melakukan tawaf wada’, kemudian kembali ke Mina untuk melontar jumrah, kemudian mereka langsung pergi menuju negeri masing-masing, dengan demikian akhir perjumpaan mereka adalah dengan jumrah bukan dengan Baitullah, padahal Nabi SAW bersabda : “Janganlah sekali-kali seseorang meninggalkan Mekkah, sebelum mengakhiri perjumpaannya (dengan melakukan tawaf) di Baitullah”. Maka dari itu, tawaf wada’ wajib dilakukan setelah selesai dari semua rangkaian amalan haji, dan langsung beberapa saat sebelum berangkat. Setelah tawaf wada’ ia tidak lagi menetap di Mekkah kecuali untuk sedikit keperluan.
  2. Selesai melakukan tawaf wada’ sebagian jamaah haji keluar dari masjid dengan berjalan mundur sambil menghadapkan muka ke Ka’bah. Mereka beranggapan bahwa hal itu merupakan penghormatan terhadap Ka’bah. Perbuatan ini adalah bidah, tidak ada dasarnya sama sekali dalam agama.
  3. Sebagian mereka, ketika sampai di pintu keluar masjidil haram setelah melakukan tawaf wada’, berpaling menghadap ka’bah dan mengucapkan berbagai doa seakan-akan mereka mengucapkan selamat tinggal kepada Ka’bah, ini juga merupakan perbuatan bidah yang tidak ada dasarnya. Baca Keutamaan Mekkah Al-Mukarramah

Kesalahan Dalam Berhaji Saat Berziarah Ke Masjid Nabawi

  1. Mengusap-usap dinding dan tiang-tiang besi ketika menziarahi kubur Rasulullah SAW, dan mengikatkan benang-benang atau semacamnya pada jendela-jendela untuk mendapatkan berkah. Padahal keberkahan itu hanyalah terdapat pada hal-hal yang disyariatkan oleh Allah dan Rasul-Nya SAW, bukan pada hal-hal yang bidah. Baca Meneladani Perjuangan Nabi Muhammad di Madinah
  2. Pergi ke gua-gua di bukit Uhud, begitu juga ke gua hira dan gua tsur di Mekkah, dan mengikatkan potongan-potongan kain di tempat-tempat itu, disamping membaca berbagai doa yang tidak diperkenankan oleh Allah, serta bersusah payah untuk melakukan hal-hal tersebut. Dan semuanya ini adalah perbuatan bidah, tak ada dasarnya sama sekali dalam syariat Islam yang suci.
  3. Menziarahi beberapa tempat yang dianggapnya sebagai tanda peninggalan Rasulullah SAW, seperti tempat mendekamnya unta Rasulullah SAW, sumur Khatam atau sumur Utsman, dan mengambil pasir dari tempat-tempat tersebut untuk mengharapkan berkah.
  4. Memohon kepada orang-orang yang telah mati ketika berziarahi ke pekuburan Baqi’ dan Syuhada Uhud, serta melemparkan uang ke pekuburan itu untuk mendekatkan diri dan mengharapkan berkah dari penghuninya. Ini termasuk kesalahan yang fatal, bahkan para ulama menyebutkan bahwa hal itu termasuk perbuatan syirik besar.
Sekian, Wassalamu Alaikum Wr. Wb.

Back To Top