Membahas Tentang Seputar Ilmu Agama Islam

Kisah KH Ahmad Dahlan Di Bully Dengan Rebana

Sajadah Muslim ~ Al Kisah KH. Ahmad Dahlan baru keluar dari rumah, tiba-tiba saja sekelompok pemuda yang dipimpin keponakannya sendiri mengiringinya dengan musik rebana. Mereka mengolok-olok dan men-bully Kiai Ahmad Dahlan yang saat itu sedang berjalan keluar untuk melaksanakan suatu tugas.


Olok-olokan dengan musik rebana diacuhkan Kiai Dahlan. Ia tetap berjalan seperti biasa, mengapa dan tersenyum dengan warga yang lain berpapasan seolah tak terjadi apa-apa. Akhirnya orang-orang yang men-bully dengan rebana berhenti sendiri karena merasa tidak berhasil dengan langkah itu.

Olok-olok dengan musik rebana dilakukan untuk menghambat gerakan reformasi Islam yang dilakukan oleh Kiai Dahlan saat itu. Keponakannya yang 13 tahun belajar dari pesantren ke pesantren itu merasa aneh dengan langkah Kiai Dahlan yang berbeda dengan dunianya.

Sepulang dari pesantren, ia mempunyai keahlian berbagai bidang ilmu, termasuk ilmu Fikih dan Falak yang termasuk di dalamnya Ilmu Hisab. Dengan ilmu-ilmu itu, ia punya pengaruh di Kauman, terutama di kalangan muda. Karenanya ketika ia minta para pemuda mengolok-olok Kiai Dahlan dengan rebana, mereka pun melakukannya. Merasa cara bully tidak berhasil, keponakannya itu pun mengajak Kiai Dahlan berdebat. Ajakan ini di sambut baik Kiai Dahlan. Ditentukanlah waktu dan tempatnya.

Perdebatan dilaksanakan pada malam hari dan di saksikan oleh anak-anak muda pengikut keponakan Kiai Dahlan. Debat berlangsung sejak usai shalat Isya hingga pukul 01.00 dini hari. Usai perdebatan, sang keponakan dapat menerima pemikiran-pemikiran Kiai Dahlan. Karenanya ia bersama pengikut-pengikutnya mendukung langkah-langkah Kiai Dahlan, selanjutnya.

Keponakan Kiai Dahlan itu adalah KH. Ahmad Badawi. Sejak itu, KH Ahmad Badawi berusaha menyusaikan langkah-langkahnya dengan yang dilakukan Kiai Dahlan. Salah satu langkah penyesuaian adalah menyikapi hafalan-hafalan ayat suci Al-Qur'an. Selama ini KH Ahmad Badawi banyak menghafal ayat  Al-Qur'an tertentu dengan maksud tertentu. Ini salah satu yang dikritik Kiai Dahlan pada Kiai Ahmad Badawi. Menurut Kiai Dahlan, tidak ada perbedaan ayat satu dengan ayat yang lain dalam Al-Qur'an. Semuanya menurut Kiai Dahlan harus diamalkan.

Kritik Kiai Dahlan ini diterima dengan baik oleh KH Ahmad Badawi. Sejak itu ayat-ayat Al-Qur'an yang telah dihafalnya tidak pernah dibaca lagi dengan maksud tertentu. Hafalannya akhirnya dimanfaatkan untuk memperbanyak variasi bacaan ketika shalat, selain dipraktekkan dalam amal nyata sesuai dengan pengertian dan maksud ayat.

Penyesuaian demi penyesuaian ia lakukan, sambil tetap mendukung langkah-langkah Muhammadiyah saat itu. Akhirnya KH Ahmad Badawi pun membulatkan tekad menjadi anggota  Muhammadiyah. Keberadaannya di Muhammadiyah lebih diperjelas dengan tercatatnya ia di buku Anggota Muhammadiyah nomor 8.543 pada tanggal 25 September 1927. Keanggotaan ini diperbarui pada zaman Jepang, sehingga ia ditempatkan pada nomor 2 tertanggal 15 Februari 1944.

Kiai Ahmad Badawi termasuk keluarga dekat KH. Ahmad Dahlan yang akhir-akhir masuk Muhammadiyah, meskipun ayahnya, KH. Muhammad Fakih, termasuk generasi  awal Muhammadiyah . KH Muhammad Fakih (salah satu pimpinan Muhammadiyah pada tahun 1912 sebagai Komisaris). Sedangkan ibunya Nyai Hj. Sitti Habibah, adalah adik kandung KH Ahmad Dahlan. Jika dirunut silsilah dan garis ayah, maka KH Ahmad Badawi memiliki garis keturunan Panembahan Senopati.

Sikap Ahmad Badawi ini dapat dimaklumi karena sejak kecil ia sudah pergi ke pasantren, sebelum Muhammadiyah berdiri. Ia lahir di Kauman Yogyakarta pada tanggal 5 Februari 1902. Pada tahun 1908-1913 ia nyantri di Pondok Pesantren Lerab, Karanganyer, Jawa Tengah untuk belajar nahwu dan sharaf. Pada tahun 1913-1915, ia belajar kepada KH Dimyati di Pondok Pesantren Termas, Pacitan, Jawa Timur. Di pasentren ini, ia dikenal sebagai santri yang pintar berbahasa Arab (nahwu dan sharaf). Pada tahun 1915-1920, ia nyantri di Pasentren Besuk, Wangkal, Pasuruan, Jawa Timur. Badawi mengakhiri pencarian ilmu agama di Pasentren Kauman dan Pasentren Pandean di Semarang, Jawa Tengah pada tahun 1920-1921.

KH. Ahmad Badawi adalah generasi Kauman terakhir yang sempat bertemu dengan Kiai Ahmad Dahlan yang menjadi Ketua PP Muhammadiyah, bahkan selama dua periode tahun 1962-1965 dan tahun 1965-1968. Semenjak berkiprah di Muhammadiyah, ia lebih leluasa mengembangkan potensi dirinya dalam bertabligh. Ia pun mengajar di sekolah (Madrasah) dan berdakwah lewat pengajian dan pembekalan ke muhammadiyahan. Ia pun kemudian dipercaya menjadi Ketua Majelis Tabligh PP Muhammadiyah pada tahun 1933.  

Pada tahun-tahun berikutnya, ia juga diserahi amanat menjadi Kepala Madrasah Za'imat (yang kemudian digabung dengan Madrasah Muallimat pada tahun 1912). Di Madrasah Muallimat ia memiliki obsesi untuk memberdayakan potensi wanita, sehingga mereka mampu menjadi muballighat handal di daerahnya.

Sumber : Majalah Suara Muhammadiyah
 
Labels: Kisah Kisah

Thanks for reading Kisah KH Ahmad Dahlan Di Bully Dengan Rebana. Please share...!

0 Comment for "Kisah KH Ahmad Dahlan Di Bully Dengan Rebana"

Back To Top