Membahas Tentang Seputar Ilmu Agama Islam

Kultum: Menyambut Kelahiran Anak Secara Islami

Sajadah Muslim ~ Yang saya muliakan dan saya taati para alim ulama, para pejabat pemerinyah baik sipil maupun militer, para ustadz dan ustadzah, para bapak, ibu, hadirin dan hadirat yang saya muliakan.


Mengawali pertemuan kita melalui mimbar kultum kali ini, pertama-tama, marilah kita panjatkan puji syukur kepada Allah, karena atas rahmat, taufiq dan petunjuk-Nya, kita dapat berkumpul dalam tempat yang baik ini tanpa ada suatu halangan apapun. Shalawat dan salam, semoga senantiasa dilimpahkan kepada junjungan Nabi Besar Muhammad SAW. Sebab beliau kita dapat mengetahui yang hak dan yang batil, yang halal dan yang haram, antara jalan menuju ke surga dan jalan menuju ke neraka.

Bapak, ibu, hadirin dan hadirat sekalian yang saya muliakan

Setiap orang tentu mengharapkan anaknya menjadi anak yang saleh dan berkualitas. Untuk mewujudkan cita-cita itu diperlukan usaha sedini mungkin, sejak sang bayi dilahirkan. Bahkan jauh sebelum anak itu dilahirkan, mulai dari proses pemilihan jodoh, ketika melakukan hubungan suami istri dan seterusnya, ketika anak terlahir di dunia.

Di antara yang perlu dilakukan ketika anak lahir ialah:

Pertama: Istihdad (memotong tali ari-ari), kerena sabda Rasulullah SAW. Yang diriwayatkan dari Abu Hurairah ra, bahwa Rasulullah SAW bersabda: “Lima hal yang termasuk fitrah; potong ari-ari (placenta), khitan, cukur kumis, mencabut bulu ketiak dan memotong kuku. Diriwayatkan oleh Bukhari Muslim.”

Kedua: mengadzankan pada telinga kanan dan iqamah pada telinga kiri, karena adanya hadis yang menyatakan, bahwa anak bayi yang diadzani dan diiqamati, tidak akan diganggu ummu-shibyan (pengikut jin). Dalam riwayat lain juga disebutkan bahwa Nabi SAW mengadzani cucu beliau. Hasan dan Husen. Tetapi oleh sebagian pihak, hadis ini dipandang sebagai hadis dha’if.

Ketiga: Tahnik, yakni mencicipi bayi dengan kurma (untuk kita di sini, kiranya dapat dilakukan umpamanya dengan madu); seraya berdo’a mohon berkah Allah SWT baginya. Di dalam shahih Bukhari Muslim, dari Abu Musra ra disebutkan: “Telah lahir bagiku seorang anak (bagi Abu Musa ra). Aku mendatangi Nabi SAW maka beliau namai anakku dengan nama “Ibrahim” dan menyuapinya dengan tamrah (kurma) dan Beliau berdo’a untuk keberkahannya.”

Keempat: Aqiqah, yaitu menyembelih hewan dan membagi-bagikan dagingnya. Utamanya, dua ekor kambing untuk setiap bayi laki-laki dan seekor untuk bayi perempuan. Karena adanya hadis yang diriwayatkan dari Samurah ra, bahwasannya Rasulullah SAW bersabda:

“Setiap anak tergadai dengan aqiqahnya. Disembelihkan baginya pada hari ketujuh dari hari lahirnya dan (di hari itu juga) dicukur rambutnya dan diberi nama.” (HR. Ahmad dan Tirmidzi)

Bapak, ibu, hadirin dan hadirat sekalian yang saya muliakan

Kelima: mencukur rambut bawaannya, baik laki-laki, maupun perempuan. Agama memandang rambut tersebut sebagai “adzaa”. Ada yang menafsirkan, bahwa anak tersebut masih terikat adzaa, penyakit di kepalanya. Dan disedekahi dengan perak seberat timbangan rambut cukurannya itu. ini berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Ahmad dari Abi Rafi’I ra bahwasannya Fatimah ra telah bertanya kepada Rasulullah SAW: “Ya Rasulullah, tidakkah saya harus mengaqiqahi anak saya dengan dam.” Rasulullah menjawab: “Tidak, tetapi cukurlah kepalanya dan sedekahkanlah perak (seharga perak), seberat timbangan rambutnya.”

Keenam: memberi nama yang baik, orang tua hendaklah memilih nama-nama yang terpuji. Baik kedengarannya, baik maknanya dan seyogyanya tercermin pada nama itu harapan dan cita-cita luhur, seperti Ahmad, Muhammad, Abdullah dan lain sebagainya. Rasulullah SAW banyak mengganti nama-nama sahabat yang berbau jahiliyah dengan nama-nama yang islami. Demikian juga, Nabi SAW tidak senang dengan gelar-gelar yang bernada angkuh seperti: Syahin Syah, Raja Diraja dan sebagainya. Juga Beliau tidak senang dengan panggilan-panggilan yang buruk.

Ketujuh: Berkhitan, mengenai khitan jumhur ulama berpendapat bahwa berkhitan adalah suatu sunnah (ketentuan yang tetap) bagi lelaki Islam. Ada pula yang berpendapat bahwa khitan hukumnya wajib, sebab kesucian menjadi syarat sahnya seseorang untuk melakukan shalat. Khitan adalah satu di antara kesempurnaan Islam seseorang, walaupun ia tidak menjadi syarat sahnya seseorang, masuk Islam. Hanya saja Islamnya belum kaaffah (belum secara total). Oleh sebab itu, bagi pemeluk-pemeluk yang baru masuk Islam dan masih berat untuk dikhitan, maklumilah mereka dan janganlah pula dijadikan syarat untuk menolaknya masuk Islam. Mereka masih Mu’allaf, masih harus dibina dengan penuh rasa kasih sayang, sehingga dapat memahami Islam secara benar dan memiliki kesadaran yang tinggi untuk melaksanakan syari’at Islam yang dianutnya.

Bapak, ibu, hadirin dan hadirat yang saya muliakan

Demikianlah kultum yang dapat saya sampaikan dalam kesempatan yang mulia ini, semoga Allah senantiasa menganugerahkan rahmat, taufiq dan hidayah-Nya kepada kita semua, amin. Akhirnya, terima kasih atas perhatiannya dan mohon maaf atas kesalahan dan kurang lebihnya. Hadanallah waiyyakum ajma’in, was salamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Oleh Ustadz Abdullah Farouk & Ustadz MS. Ibnu Hasan

Labels: Kumpulan Ceramah Kultum

Thanks for reading Kultum: Menyambut Kelahiran Anak Secara Islami. Please share...!

0 Comment for "Kultum: Menyambut Kelahiran Anak Secara Islami"

Back To Top