Tokoh-Tokoh Penyebar Agama Islam di Indonesia
- Proses penyebaran Islam di Indonesia atau proses Islamisasi tidak terlepas
dari peranan para pedagang, mubaliqh/ulama, raja, bangsawan atau para adipati.
Di pulau Jawa, peranan mubaliqh dan ulama tergabung dalam kelompok para wali
yang dikenal dengan sebutan Walisongo atau wali Sembilan. Ada beberapa pendapat
mengenai arti Walisongo.
Pertama adalah wali yang sembilan, yang menandakan jumlah wali yang ada sembilan, atau sanga dalam bahasa Jawa. Pendapat lain menyebutkan bahwa kata songo/sanga berasal dari kata tsana yang dalam bahasa Arab berarti mulia. Pendapat lainnya lagi menyebut kata sana berasal dari bahasa Jawa, yang berarti tempat. Nama-nama Walisanga yang mencolok atau banyak menyumbangkan sesuatu baik itu dalam pemerintahan, ekonomi, sosial, budaya dan lain-lain (Baca dulu Cara Penyebaran Agama Islam di Indonesia). Berikut Tokoh-Tokoh Penyebar Agama Islam di Indonesia :
Pertama adalah wali yang sembilan, yang menandakan jumlah wali yang ada sembilan, atau sanga dalam bahasa Jawa. Pendapat lain menyebutkan bahwa kata songo/sanga berasal dari kata tsana yang dalam bahasa Arab berarti mulia. Pendapat lainnya lagi menyebut kata sana berasal dari bahasa Jawa, yang berarti tempat. Nama-nama Walisanga yang mencolok atau banyak menyumbangkan sesuatu baik itu dalam pemerintahan, ekonomi, sosial, budaya dan lain-lain (Baca dulu Cara Penyebaran Agama Islam di Indonesia). Berikut Tokoh-Tokoh Penyebar Agama Islam di Indonesia :
1.
Sunan
Gresik atau Maulana
Malik Ibrahim
Sunan Gresik atau Maulana Malik Ibrahim
adalah nama salah seorang Walisongo, yang dianggap yang pertama kali
menyebarkan agama Islam di tanah Jawa. Ia dimakamkan di desa Gapurosukolilo
Kota Gresik Jawa Timur. Maulana Malik Ibrahim dianggap termasuk salah seorang
yang pertama-tama menyebarkan agama Islam di tanah Jawa, dan merupakan wali
senior di antara para Walisongo lainnya. Beberapa vers babad menyatakan bahwa
kedatangannya disertai beberapa orang. Daerah yang ditujunya pertama kali ialah
desa Sembalo, sekarang adalah daerah Leran, Kecamatan Manyar, yaitu 9 kilometer
ke arah utara kota Gresik. Ia lalu mulai menyiarkan agama Islam di tanah Jawa
bagian timur, dengan mendirikan mesjid pertama di desa Pasucinan, Manyar.
Pertama-tama yang dilakukannya ialah mendekati masyarakat melalui pergaulan.
Budi bahasa yang ramah-tamah senantiasa diperlihatkannya di dalam pergaulan
sehari-hari. Ia tidak menentang secara tajam agama dan kepercayaan hidup dari
penduduk asli, melainkan hanya memperlihatkan keindahan dan kebaikan yang
dibawa oleh agama Islam. Berkat keramah-tamahannya, banyak masyarakat yang
tertarik masuk ke dalam agama Islam. Sebagaimana yang dilakukan para wali awal
lainnya, aktivitas pertama yang dilakukan Maulana Malik Ibrahim ialah
berdagang. Ia berdagang di tempat pelabuhan terbuka, yang sekarang dinamakan
desa Roomo, Manyar. Perdagangan membuatnya dapat berinteraksi dengan masyarakat
banyak, selain itu raja dan para bangsawan dapat pula turut serta dalam
kegiatan perdagangan tersebut sebagai pelaku jual-beli, pemilik kapal atau
pemodal. Setelah cukup mapan di masyarakat, Maulana Malik Ibrahim kemudian
melakukan kunjungan ke ibukota Majapahit di Trowulan. Raja Majapahit meskipun
tidak masuk Islam tetapi menerimanya dengan baik, bahkan memberikannya sebidang
tanah di pinggiran kota Gresik. Wilayah itulah yang sekarang dikenal dengan
nama desa Gapura. Cerita rakyat tersebut diduga mengandung unsur-unsur
kebenaran mengingat menurut Groeneveldt pada saat Maulana Malik Ibrahim hidup,
di ibukota Majapahit telah banyak orang asing termasuk dari Asia Barat.
Demikianlah, dalam rangka mempersiapkan kader untuk melanjutkan perjuangan
menegakkan ajaran-ajaran Islam, Maulana Malik Ibrahim membuka
pesantren-pesantren yang merupakan tempat mendidik pemuka agama Islam di masa
selanjutnya. Hingga saat ini makamnya masih diziarahi orang-orang yang
menghargai usahanya menyebarkan agama Islam berabad-abad yang silam. Setiap
malam Jumat Legi, masyarakat setempat ramai berkunjung untuk berziarah. Ritual
ziarah tahunan atau haul juga diadakan setiap tanggal 12 Rabi’ul
Awwal, sesuai tanggal wafat pada prasasti makamnya. Pada acara haul biasa
dilakukan khataman Al-Quran, mauludan (pembacaan riwayat Nabi
Muhammad), dan dihidangkan makanan khas bubur harisah.
2.
Sunan Ampel
Dengan nama asli Raden Rahmat menyebarkan Islam di daerah Ampel Surabaya. Ia disebutkan masih berkerabat dengan salah seorang istri atau selir dari Brawijaya raja Majapahit. Sunan Ampel umumnya dianggap sebagai sesepuh oleh para wali lainnya. Ia menikah dengan Nyai Ageng Manila, putri adipati Tuban bernama Arya Teja.
Dengan nama asli Raden Rahmat menyebarkan Islam di daerah Ampel Surabaya. Ia disebutkan masih berkerabat dengan salah seorang istri atau selir dari Brawijaya raja Majapahit. Sunan Ampel umumnya dianggap sebagai sesepuh oleh para wali lainnya. Ia menikah dengan Nyai Ageng Manila, putri adipati Tuban bernama Arya Teja.
3. Sunan Bonang
Sunan Bonang dilahirkan pada tahun 1465 M, dengan nama
Raden
Maulana Makdum Ibrahim. Dia adalah putra Sunan Ampel dan Nyai
Ageng Manila. Bonang adalah sebuah desa di Kabupaten Rembang. Sunan Bonang
wafat pada tahun 1525 M, dan saat ini makam aslinya berada di Desa Bonang.
Namun, yang sering diziarahi adalah makamnya di kota Tuban. Lokasi makam Sunan
Bonang ada dua karena konon, saat beliau meninggal, kabar wafatnya beliau
sampai pada seorang muridnya yang berasal dari Madura. Sang murid sangat
mengagumi beliau sampai ingin membawa jenazah beliau ke Madura. Namun, murid
tersebut tak dapat membawanya dan hanya dapat membawa kain kafan dan
pakaian-pakaian beliau. Saat melewati Tuban, ada seorang murid Sunan Bonang
yang berasal dari Tuban yang mendengar ada murid dari Madura yang membawa jenazah
Sunan Bonang. Mereka memperebutkannya. Dalam Serat Darmo Gandhul, Sunan Bonang
disebut Sayyid Kramat merupakan seorang Arab keturunan Nabi Muhammad.
4. Sunan Drajat
Dia juga putra dari Sunan Ampel nama aslinya adalah Syarifuddin, menyebarkan Islam di daerah Gresik/Sedayu. Ia adalah putra Sunan Ampel dengan Nyai Ageng Manila, putri adipati Tuban bernama Arya Teja. Sunan Drajat banyak berdakwah kepada masyarakat kebanyakan Ia menekankan kedermawanan, kerja keras, dan peningkatan kemakmuran masyarakat, sebagai pengamalan dari agama Islam. Pesantren Sunan Drajat dijalankan secara mandiri sebagai wilayah perdikan, bertempat di Desa Drajat, Kecamatan Paciran, Lamongan. Tembang macapat Pangkur disebutkan sebagai ciptaannya. Gamelan Singomengkok peninggalannya terdapat di Musium Daerah Sunan Drajat, Lamongan. Sunan Drajat diperkirakan wafat wafat pada 1522.
Dia juga putra dari Sunan Ampel nama aslinya adalah Syarifuddin, menyebarkan Islam di daerah Gresik/Sedayu. Ia adalah putra Sunan Ampel dengan Nyai Ageng Manila, putri adipati Tuban bernama Arya Teja. Sunan Drajat banyak berdakwah kepada masyarakat kebanyakan Ia menekankan kedermawanan, kerja keras, dan peningkatan kemakmuran masyarakat, sebagai pengamalan dari agama Islam. Pesantren Sunan Drajat dijalankan secara mandiri sebagai wilayah perdikan, bertempat di Desa Drajat, Kecamatan Paciran, Lamongan. Tembang macapat Pangkur disebutkan sebagai ciptaannya. Gamelan Singomengkok peninggalannya terdapat di Musium Daerah Sunan Drajat, Lamongan. Sunan Drajat diperkirakan wafat wafat pada 1522.
5.
Sunan
Giri
Sunan
Giri adalah nama salah seorang Walisongo dan pendiri kerajaan Giri Kedaton,
yang berkedudukan di daerah Gresik Jawa Timur. Ia lahir di Blambangan tahun
1442. Sunan Giri memiliki beberapa nama panggilan, yaitu Raden Paku, Prabu Satmata, Sultan Abdul Faqih, Raden ‘Ainul Yaqin dan Joko
Samudra. Ia dimakamkan di desa Giri, Kebomas, Gresik. Sunan
Giri merupakan buah pernikahan dari Maulana Ishaq, seorang mubaligh Islam dari
Asia Tengah, dengan Dewi Sekardadu, putrid Menak Sembuyu penguasa wilayah
Blambangan pada masa-masa akhir Majapahit. Namun kelahirannya dianggap telah
membawa kutukan berupa wabah penyakit di wilayah tersebut. Maka ia dipaksa
ayahandanya untuk membuang anak yang baru dilahirkannya itu, Lalu Dewi
Sekardadu dengan rela menghanyutkan anaknya itu ke laut/selat bali sekarang
ini. Kemudian, bayi tersebut ditemukan oleh sekelompok awak kapal (pelaut) dan
dibawa ke Gresik. Di Gresik, dia diadopsi oleh seorang saudagar perempuan
pemilik kapal, Nyai Gede Pinatih. Karena ditemukan di laut, dia menamakan bayi
tersebut Joko
Samudra. Ketika sudah cukup dewasa, Joko Samudra dibawa ibunya
ke Ampeldenta (kini di Surabaya) untuk belajar agama kepada Sunan Ampel. Tak
berapa lama setelah mengajarnya, Sunan Ampel mengetahui identitas sebenarnya
dari murid kesayangannya itu. Kemudian, Sunan Ampel mengirimnya dan Makdhum
Ibrahim (Sunan Bonang), untuk mendalami ajaran Islam di Pasai. Mereka diterima
oleh Maulana Ishaq yang tak lain adalah ayah Joko Samudra. Di sinilah, Joko
Samudra, yang ternyata bernama Raden Paku, mengetahui asal-muasal
dan alasan mengapa dia dulu dibuang.
6.
Sunan Kudus
Nama aslinya Syeikh Ja’far Shodik menyebarkan ajaran Islam di daerah Kudus. Sebagai seorang wali, Sunan Kudus memiliki peran yang besar dalam pemerintahan Kesultanan Demak, yaitu sebagai panglima perang dan hakim peradilan negara. Ia banyak berdakwah di kalangan kaum penguasa dan priyayi Jawa. Diantara yang pernah menjadi muridnya, ialah Sunan Prawoto penguasa Demak, dan Arya Penangsang adipati Jipang Panolan. Salah satu peninggalannya yang terkenal ialah Mesjid Menara Kudus, yang arsitekturnya bergaya campuran Hindu dan Islam. Sunan Kudus diperkirakan wafat pada tahun 1550.
Nama aslinya Syeikh Ja’far Shodik menyebarkan ajaran Islam di daerah Kudus. Sebagai seorang wali, Sunan Kudus memiliki peran yang besar dalam pemerintahan Kesultanan Demak, yaitu sebagai panglima perang dan hakim peradilan negara. Ia banyak berdakwah di kalangan kaum penguasa dan priyayi Jawa. Diantara yang pernah menjadi muridnya, ialah Sunan Prawoto penguasa Demak, dan Arya Penangsang adipati Jipang Panolan. Salah satu peninggalannya yang terkenal ialah Mesjid Menara Kudus, yang arsitekturnya bergaya campuran Hindu dan Islam. Sunan Kudus diperkirakan wafat pada tahun 1550.
7.
Sunan Kalijaga
Nama aslinya Raden Mas Syahid atau R. Setya menyebarkan ajaran Islam di daerah Demak. Ia adalah murid Sunan Bonang. Sunan Kalijaga menggunakan kesenian dan kebudayaan sebagai sarana untuk berdakwah, antara lain kesenian wayang kulit dan tembang suluk. Tembang suluk Ilir-Ilir dan Gundul-Gundul Pacul umumnya dianggap sebagai hasil karyanya. Dalam satu riwayat, Sunan Kalijaga disebutkan menikah dengan Dewi Saroh binti Maulana Ishaq.
Nama aslinya Raden Mas Syahid atau R. Setya menyebarkan ajaran Islam di daerah Demak. Ia adalah murid Sunan Bonang. Sunan Kalijaga menggunakan kesenian dan kebudayaan sebagai sarana untuk berdakwah, antara lain kesenian wayang kulit dan tembang suluk. Tembang suluk Ilir-Ilir dan Gundul-Gundul Pacul umumnya dianggap sebagai hasil karyanya. Dalam satu riwayat, Sunan Kalijaga disebutkan menikah dengan Dewi Saroh binti Maulana Ishaq.
8.
Sunan
Muria
Sunan
Muria dilahirkan dengan nama Raden Umar Said atau Raden Said. Menurut beberapa riwayat, dia adalah putra
dari Sunan Kalijaga yang menikah dengan Dewi Soejinah, putrid Sunan Ngudung.
Nama Sunan Muria sendiri diperkirakan berasal dari nama gunung (Gunung Muria),
yang terletak di sebelah utara kota Kudus, Jawa Tengah, tempat dia dimakamkan.
9. Sunan
Gunung Jati
Nama aslinya Syarif Hidayatullah, adalah putra Syarif Abdullah putra Nurul Alam putra Syekh Jamaluddin Akbar. Dari pihak ibu, ia masih keturunan keraton Pajajaran melalui Nyai Rara Santang, yaitu anak dari Sri Baduga Maharaja. Sunan Gunung Jati mengembangkan Cirebon sebagai pusat dakwah dan pemerintahannya, yang sesudahnya kemudian menjadi Kesultanan Cirebon. Anaknya yang bernama Maulana Hasanuddin, juga berhasil mengembangkan kekuasaan dan menyebarkan agama Islam di Banten, sehingga kemudian menjadi cikal-bakal berdirinya Kesultanan Banten.
Demikian sembilan wali yang sangat terkenal di pulau Jawa, Masyarakat Jawa sebagian memandang para wali memiliki kesempurnaan hidup dan selalu dekat dengan Allah, sehingga dikenal dengan sebutan Waliullah yang artinya orang yang dikasihi Allah.
Nama aslinya Syarif Hidayatullah, adalah putra Syarif Abdullah putra Nurul Alam putra Syekh Jamaluddin Akbar. Dari pihak ibu, ia masih keturunan keraton Pajajaran melalui Nyai Rara Santang, yaitu anak dari Sri Baduga Maharaja. Sunan Gunung Jati mengembangkan Cirebon sebagai pusat dakwah dan pemerintahannya, yang sesudahnya kemudian menjadi Kesultanan Cirebon. Anaknya yang bernama Maulana Hasanuddin, juga berhasil mengembangkan kekuasaan dan menyebarkan agama Islam di Banten, sehingga kemudian menjadi cikal-bakal berdirinya Kesultanan Banten.
Demikian sembilan wali yang sangat terkenal di pulau Jawa, Masyarakat Jawa sebagian memandang para wali memiliki kesempurnaan hidup dan selalu dekat dengan Allah, sehingga dikenal dengan sebutan Waliullah yang artinya orang yang dikasihi Allah.
Baca Juga Sejarah Agama Islam
Labels:
Pendidikan Islam
Thanks for reading Tokoh-Tokoh Penyebar Agama Islam di Indonesia. Please share...!
0 Comment for "Tokoh-Tokoh Penyebar Agama Islam di Indonesia"