Sedekah Itu Dalam Kondisi Sehat dan Miskin
Sedekah itu sebaiknya dikerjakan dalam kondisi Anda sehat, bugar, tapi miskin (sedang tidak punya harta). Mengapa demikian? Ketika Anda berat mengeluarkan uang, tapi Anda sedekah, itu akan jauh lebih baik dan bernilai. Ketika Anda tidak punya uang, tapi Anda bersedekah, itu adalah luar biasa. Sebab, jika Anda bersedekah dalam kondisi mampu (kaya), maka orang akan bilang pantas. Meskipun tidak semua orang kaya memilki sifat dermawan. Artinya, sedekah dalam kondisi kaya itu baik-baik saja. Hanya saja, akan terlihat lebih baik dalam pandangan Allah ketika kita bersedekah justru dalam keadaan yang tidak mampu.
Demikian juga sangat baik bersedekah ketika kita dalam kondisi sehat wal afiat dan segar bugar tubuh kita. Sebab, tidak jarang orang yang bersedekah justru ketika kita sakit. Yang ada dalam bayangnya adalah ia takut mati. Karena itu, ia harus banyak melakukan amal saleh dengan bersedekah. Hal itu baik-baik saja. Tetapi, sedekah yang lebih baik adalah ketika Anda melakukannya dalam kondisi badan yang sehat dan segar bugar. Sebab, dalam kondisi inilah orang seringkali melupakannya.
Baca juga : Point Penting Sedekah Bagian 1
Abu Hurairah meriwayatkan bahwa ada seorang laki-laki yang datang kepada Nabi saw, bertanya, “Wahai Rasulullah, sedekah apa yang paling utama?” Beliau menjawab, Engkau bersedekah dalam kondisi sehat dan berat mengeluarkannya, dalam kondisi kamu khawatir miskin dan mengharap kaya. Maka janganlah kamu tunda, sehingga ruh sampai di tenggorokan, ketika itu kamu mengatakan, “Untuk fulan sekalian, untuk fulan sekalian, dan untuk fulan sekalian.” Padahal telah menjadi milik si fulan.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Dalam hadits yang lain, Rasulullah Saw, bersabda : “Sedekah yang paling utama adalah sedekah maksimal orang yang tidak punya, dan mulailah dari orang yang kamu tanggung.” (HR. Abu Dawud dan Hakim)
Bayangkan, sedekahnya orang miskin saja sudah bernilai sangat baik, apalagi jika dilakukan dengan nilai yang maksimal (fantastis). Misalnya, Anda (orang miskin) punya harta 10 ribu rupiah saja. Sedekahkan 3 ribu rupiah saja, itu sudah bernilai maksimal. Jangan menyedekahkan 1.000 rupiah. Sebab, kata Nabi, sedekah itu tidak boleh melewati angka sepertiga, takut terjadi fitnah. Meskipun, kalau Anda ingin melakukannya, hal itu boleh-boleh saja. Artinya, jika Anda punya 10.000 rupiah, Anda ingin menyedekahkan semuanya, itu sangat baik tentunya. Seperti yang dilakukan oleh sahabat Abu Bakar Ash-Shiddiq dan para sahabat lainnya, yang hampir menyedekahkan seluruh hartanya.
Imam al-Baghawi dalam Syarhus Sunnah berkata, “Hendaknya seorang memilih untuk bersedekah dengan kelebihan hartanya, dan menyisakan secukupnya untuk dirinya karena khawatir terhadap fitnah fakir (kemiskinan). Sebab, boleh jadi dia akan menyesaal atas apa yang dia lakukan (dengan berinfaq seluruh atau melebihi separuh harta). Sehingga merusak pahala. Sedekah dan kecukupan hendaknya selalu eksis dalam diri manjusia”.
Menurut Al-Baghawi, “Rasulullah Saw, tidak mengingkari Abu Bakar yang keluar dengan seluruh hartanya, karena Nabi Saw, tahu persis kuatnya keyakinan Abu Bakar dan kebenaran tawakkalnya, sehingga Nabi Saw, tidak khawatir fitnah itu menimpanya sebagaimana beliau khawatir terhadap selain Abu Bakar. Bersedekah dalam kondisi keluarga sangat butuh dan kekurangan, atau dalam keadaan menanggung banyak hutang bukanlah sesuatu yang dikehendaki dari sedekah itu. Karena membayar hutang dan memberi nafkah keluarga atau diri sendiri yang memag butuh adalah lebih utama. Kecuali jika memang dirinya sanggup untuk bersabar dan membiarkan dirinya mengalah meskipun sebenarnya membutuhkan sebagaimana yang dilakukan Abu Bakar dan itsar (mendahulukan orang lain) yang dilakukan kaum Anshar terhadap kaum muhajirin.”
Oleh karena itu, para ulama mensyaratkan bolehnya bersedekah dengan semua harta apabila orang yang bersedekah kuat, mampu berusaha, bersabar, tidak berhutang dan tidak ada orang wajib dinafkahi di sisinya. Ketika syarat-syarat ini tidak ada, maka bersedekah ketika itu adalah makruh.
Sedekah Itu Melebihi Keperluan Pokok
Berapa uang yang harus Anda keluarkan dalam sehari ? Jika punya jatah Rp.50.000 sehari, maka sedekah yang terbaik adalah melebihinya. Jadi, sedekah yang terbaik adalah ketika Anda bersedekah melebihi keperluan Anda sehari-hari atau sebulan atau setahun.
Allah Swt berfirman, “Dan mereka bertanya kepadamu apa yang mereka nafkahkan. Katakanlah: Yang lebih dari keperluan.” Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu supaya kamu berfikir.” (QS.Al-Baqarah ayat 219). Rasulullah Saw bersabda: “Sedekah yang terbaik adalah yang dikeluarkan melebihi keperluan, dan mulailah dari orang yang kamu tanggung.” (HR. Bukhari)
Menarik hadits di atas, yaitu sedekah itu dimulai dari orang yang kita tanggung. Bisa istri, anak, saudara, anak yatim dan sebagainya. Jadi, bila kita memberikan jatah untuk istri misalnya, itu juga dianggap sedekah. Dan bila menengok hadits ini, maka sebaiknya kita memberikannya lebih besar dari apa yang kita perlukan sehari-hari. Seperti di contohkan di atas, jika untuk kita sendiri punya keperluan Rp. 50.000,- sehari, maka untuk istri sebaiknya lebih besar itu. Sebab, uang itu nanti bisa dipergunakan istri untuk keperluan rumah tangga kita juga.
Sedekah Itu dari Harta Yang Kita Cintai
Harta apakah yang paling Anda cintai. Jika Anda mencintai jam tangan merek rolex yang harganya puluhan juta, bahkan ratusan juta, maka barang itulah paling pantas Anda sedekahkan. Mengapa ? sebab, sedekah dari harta yang paling Anda cintai adalah sedekah yang paling disukai oleh Allah. Namun, kenyataannya tidaklah demikian, kebanyakan di antara kita kalau sedekah adalah hal yang tidak terpakai. Misalnya, pakaian bekas, celana bekas, sepatu bekas, sandal bekas, dan sebagainya. Padahal, sedekah yang paling baik adalah menyedekahkan pakaian baru, celana baru, sepatu baru, sandal baru dan sebagainya.
Di sebutkan bahwa Abu Thalhah rodhiyallahu ‘anhu memiliki kebun kurma yang sangat indah dan sangat dia cintai, namanya Bairuha’. Ketika turun ayat. “Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebaikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sebagian harta yang kamu cintai” (QS. Ali Imran ayat 92).
Maka Abu Thalhah mendatangi Rasulullah Saw, dan mengatakan bahwa Bairuhaa’ diserahkan kepada Beliau, untuk dimanfaatkan sesuai kehendak Beliau. Rasulullah saw, menyarankan agar ia membagikan bairuha’ kepada kerabatnya. Maka Abu Thalhah melakukan apa yang disarankan Nabi Saw. Dan membagikannya untuk kerabat dan keponakannya (HR. Bukhari dan Muslim)
Anda punya apa ? Jika Abu Thalhah punya kebun kurma yang dicintainya dan menyedekahkannya, lalu apa yang Anda sedekahkan? Mobilkah ? Motorkah? Rumahkah? Atau kebun mengikuti sahabat Abu Thalhah.
Yang jelas, sedekah terbaik adalah sedekah yang dilakukan dengan barang yang paling Anda cintai. Tidak perduli apakah ia barang yang baru Anda beli atau sudah lama Anda simpan. Semoga kita termasuk orang-orang yang rajin bersedekah!.
Sedekah Kepada Kerabat Lebih Utama
Saat harus memilih: orang miskin atau kerabat untuk barang yang kita sedekahkan? Ternayata, sedekah kepada kerabat itu lebih utama dibandingkan kepada orang miskin yang tak memiliki hubungan kekerabatan dengan kita. Apa pasalnya? Sebab, sedekah kepada kerabat memiliki dua kebaikan, yaitu pahala sedekah dan pahala silaturrahmi. Rasulullah Saw, bersabda: “Bersedekah kepada orang miskin adalah satu sedekah, dan kepada kerabat ada dua (kebaikan); sedekah dan silaturrahim.” (HR. Ahmad, Tirmidzi, Nasa’i, Ibnu Majah dan Hakim, Shahihul Jami’ no. 3858).
Secara lebih khusus, setelah menafkahi keluarga yang menjadi tanggungan adalah memberikan nafkah kepada dua kelompok, yaitu pertama, anak yatim yang masih ada hubungan kerabat. Allah SWT, berfirman, “Tetapi Dia tidak menempuh jalan yang mendaki lagi sukar. Tahukah kamu apa jalan yang mendaki lagi sukar itu (yaitu) melepaskan budak dari perbudakkan, atau memberi makan pada hari kelaparan, (kepada) anak yatim yang ada hubungan kerabat, atau kepada orang miskin yang sangat fakir. (QS. Al-Balad ayat 11- 16).
Kedua kerabat yang memendam permusuhan, Rasululah Saw, bersabda, “Sedekah yang paling utama adalah sedekah kepada kerabat yang memendam permusuhan .” (HR. Ahmad dan Thabrani dalam al-Kabir, Shahihul Jami’ no. 1110). Setelah kerabat, barulah kepada tetangga. Dalam surat An-Nisaa’ ayat 36 disebutkan perintah berbuat baik kepada tetangga, baik yang dekat maupun yang jauh. Rasulullah Saw, bersabda kepada Abu Dzar. “Wahai Abu Dzar? Jika kamu memasak sop, maka perbanyaklah kuahnya, lalu bagilah sebagaiannya kepada tetanggamu.” (HR. Muslim).
Pahala Ingin Mengalir Terus, Lakukan Sedekah Jariyah!
Lebih baik lagi jika sedekah yang Anda lakukan terus-menerus memberikan pahala kepada Anda jika dimanfaatkan. Sedekah apakah itu? Yaitu sedekah jariyah seperti wakaf, pembangunan masjid, madrasah, pengadaan sarana air bersih, menggali sumur, menanam pohon agar buahnya dapat dimanfaatkan banyak orang dan proyek-proyek lain yang dimanfaatkan secara berkelanjutan oleh masyarakat. Selama semuanya itu dimanfaatkan orang, selama itu pula pahalanya akan terus mengalir kepada orang yang menyedekahkannya.
Nabi Saw, bersabda: “Apabila cucu Adam meninggal, maka terputuslah seluruh amalnya kecuali tiga, yaitu sedekah jariyah, ilmu yang dimanfaatkan atau anak shalih yang mendo’akan (orang tua)nya”. (HR. Muslim).
Dalam syarahnya, Imam as-Suyuthiy menyebutkan hal-hal yang bermanfaat bagi seorang sesudah meninggalnya, “Apabila cucu Adam , Adam meninggal, maka mengalirlah kepadanya sepuluh perkara, ilmu yang disebarkannya, doa anak saleh, pohon kurma yang ditanamnya serta sedekahnya yang mengalir, Mushaf yang diwariskan dan menjaga perbatasan, menggali sumur, mengalirkan sungai, rumah untuk musafir yang dibangunnya atau membangun tempat ibadah.” Karena itu, jika Anda ingin terus memperoleh pahala hanya dengan melakukan satu perbuatan, maka lakukan sedekah jariyah. Semakin banyak Anda melakukan sedekah jariyah, semakin baik pula untuk Anda.
Manna dan Adza, Penghancur Pahala Sedekah
Sedekah itu harus pakai syarat. Kok ada syaratnya? Tentu saja. Jika sedekah Anda tetap berpahala, hendaklah menjauhi dua hal ini, yaitu manna (mengungkit-ungkit sedekahnya) dan adza (menyakiti orang yang diberi sedekah). Dua hal ini wajib dijauhi oleh orang yang ingin bersedekah. Mereka akan menghancurkan nilai pahala sedekah Anda. Lalu, apa bedanya dengan sedekah blak-blakan? Tentu saja berbeda. Sedekah blak-blakan itu tidak identik dengan menyebut-nyebut sedekahnya. Sedekah Anda boleh saja ditampilkan, tanpa berniat ingin mengungkit-ungkitnya. Sedekah yang ditampakkan bertujuan untuk memancing orang agar turut bersedekah seperti yang Anda lakukan. Misalnya, dalam suatu acara atau majlis, ada penggalangan sedekah, lalu Anda bersedekah. Tanpa sadar, saat itu Anda bersedekah blak-blakan atau menampakkan sedekah Anda.
Berbeda dengan manna, ia membangga-banggakan sedekahnya. Kebaikannya terus dikasih tahu kepada orang lain agar ia dianggap dermawan dan sebagainya. Ini yang, tidak baik. Orang yang tadinya tahu dengan sedekah Anda menjadi tahu karena Anda terus mengungkit-ungkitnya.
Selain manna, sedekah juga tidak boleh dilakukan dengan adza yaitu menyakiti hati orang yang diberi sedekah. Ketika Anda melakukannya, saat itulah pahala Anda langsung hangus. Ibarat tanah di atas sebuah batu terkena hujan, menjadi bersihlah ia. Misalnya, mengasih uang sedekah Anda dengan cara kasar, memarahinya sambil bilang “minta sedekah terus” dan sebagainya. Dengan kata lain. Adza adalah ketika orang yang menerima sedekah merasa hatinya sakit dengan orang yang memberinya sedekah.
Larangan manna dan adza ini ditegaskan secara jelas dalam Al-Quran ayat 262, “Orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah, kemudian mereka tidak mengiringi apa yang dinafkahkannya itu dengan menyebut-nyebut pemberiannya dan dengan tidak menyakiti (perasaan si penerima), mereka memperoleh pahala di sisi Tuhan mereka. Tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati”.
Imam Al-Ghazali dalam ihya’Ululmuddin (1/226) dengan gamblang menjelaskan bahwa implementasi manna adalah membicarakan apa yang sudah di sedekahkan, memamerkan, menuntut rasa terima kasih, doa, penghormatan, rasa segan, mengharap agar hak-haknya di kedepankan, dan didahulukan dalam berbagai acara serta agar yang diberi menurutinya dalam berbagai hal. Sedangkan adza adalah menghina si penerima sedekah secara ekplisit dengan berbagai cara.
Menurut Imam Ghazali, orang yang mengungkit-ungkit sedekah disebutnya sebagai suatu ketidak mengertian (al jahlu) akan hakikat (ihya’ 1/226). Hakikat bahwasanya rejeki sudah ditetapkan, bahkan apa yang akan terjadi di seluruh dunia ini berjalan atas kehendak-Nya. Sedang Imam al-Qurthubi menyebutnya sebagai bagian dari kesombongan dan ujub.
Jadi, sebenarnya tidak ada alasan untuk mengungkit-ungkit pemberian. Sebab, hakikatnya yang memberi adalah Allah. Tapi yang perlu dicatat, jika kita berada di posisi sebagai orang yang di beri, bukan persepsi ini yang kita kedepankan, tapi rasa terima kasih dan bersyukur.
Oleh Uup Gufron
Labels:
Puasa Zakat
Thanks for reading POINT PENTING SEDEKAH BAGIAN 2. Please share...!
0 Comment for "POINT PENTING SEDEKAH BAGIAN 2"