Sajadah Muslim ~ Ada beberapa perkara yang dikira sebagian orang dapat membatalkan wudhu namun setelah dicermati ternyata perkara atau hal tersebut tidak membatalkan wudhu, di antaranya ialah :
MENYENTUH WANITA APABILA TIDAK KELUAR MANI ATAU MADZI
Menyentuh wanita tanpa syahwat, tidak membatalkan wudhu. Hal ini berdasarkan hadits dari Aisyah ra, ia berkata : "Aku pernah tidur di hadapan Rasulullah saw (yang sedang shalat malam), sedang kedua kakiku berada di arah kiblat beliau. Apabila hendak sujud, beliau merabaku, maka kulipat kedua kakiku, dan apabila beliau telah berdiri, kuselonjorkan lagi kedua kakiku." Aisyah berkata: "Ketika itu rumah-rumah tidak mempunyai lampu (gelao gulita)."
Demikian juga wanita yang menyentuh laki-laki tanpa syahwat tidak batal wudhunya. Dari Aisyah ra, ia berkata: "Pada suatu malam aku kehilangan Rasulullah saw (dari tempat tidurnya), kemudian aku mencarinya dengan tanganku (meraba-raba), tiba-tiba tanganku menyentuh kedua (telapak) kakinya, sedang kedua kakinya dalam keadaan ditegakkan ketika beliau sedang sujud....". Dari dua hadits tersebut jelaslah bagi kita bahwasanya menyentuh itu sendiri tidaklah membatalkan wudhu. Wallahu a'alam.
Syaikh Abul Hasan Nuruddin bin Abdil Hadi as-Sindi rahimullah (wafat tahun 1138 H) berkata: "Perkataannya (menyentuhku dengan kakinya),' sudah dimaklumi bahwa sentuhan tersebut tanpa syahwat. Penulis Sunan an-Nasai berdalil dengan hadits tersebut bahwa menyentuh tanpa syahwat tidak membatalkan wudhu. Adapun (menyentuh) dengan syahwat, maka dalil yang menunjukkan tidak batalnya wudhu dengan sebabnya adalah bahwa pada asalnya tidak ada yang (membatalkan wudhu) sampai ada dalil yang jelas bagi orang yang berpendapat demikian. Kejadian Nabi saw di atas sudah cukup sebagai dasar pendapat yang menerangkan tidak batalnya wudhu dengan sebab menyentuh disertai syahwat. Bahkan, dalil yang lebih jelas lagi tentang tidak batalnya wudhu dengan sebab menyentuh disertai syahwat adalah hadits qublah (mencium), karena yang namanya mencium (istri) tidak lepas dari syahwat.
KELUARNYA DARAH KARENA LUKA, BISUL PECAH DAN SEMISALNYA
Hal ini tidak membatalkan wudhu menurut satu dari dua pendapat ulama yang paling shahih. Pendapat ini berdasarkan dalil-dalil berikut:
- Hadits-hadits yang mewajibkan berwudhu karena keluarnya darah tidak ada yang shahih.
- Hukum asal semua adalah suci. Seseorang yang berwudhu tidak dapat menjadi batal kecuali berdasarkan nash atau ijma'.
- Hadits Jabir bin Abdillah ra dalam kisah terpanahnya seorang Sahabat Anshar dengan tiga anak panah dalam Perang Dzatur Riqa' padahal dia dalam keadaan shalat, ia tetap meneruskan shalatnya dalam keadaan darahnya terus mengalir. (HR. Al-Bukhari secara mu'allaq (Fat-hul Bari I/280). Rasulullah saw mengetahui hal itu dan tidak mengingkarinya. Apabila keluar darah itu membatalkan wudhu niscaya beliau akan menjelaskan kepadanya dan orang yang bersamanya dalam perang tersebut. Imam asy-Syaukani rahimullah berkata: "Dan tela diketahui bahwa Nabi saw telah melihat hal itu dan beliau tidak mengingkari perbuatannya meneruskan shalat setelah keluarnya darah. Jika keluarnya darah membatalkan wudhu niscaya beliau telah menjelaskan hal itu kepadanya dan kepada orang yang bersamanya pada peperangan itu.
- Dari Muhammad bin Sirin, dari Yahya bin al-Jazzar, ia berkata: "Abdullah bin Mas'ud ra shalat dan di perutnya ada kotoran dan darah unta/kambing yang beliau sembelih, dan beliau tidak berwudhu lagi".
- Al-Hasan al-Bashri rahimullah berkata: "Sejak dahulu, kaum Muslimin mengerjakan shalat dengan luka-luka yang ada pada tubuh mereka.
MUNTAH DAN SEJENISNYA
Muntah sedikit maupun banyak tidak membatalkan wudhu karena tidak ada satu dalil shahih pun yang menyatakan batalnya wudh karena muntah. Ma'dan bin Abi Thalhah meriwayatkan dari Abu Darda' ra: "Bahwa Nabi saw muntah lalu berwudhu. Maka aku (Ma'dan bin Abi Thalhah) bertemu Tsauban ra di masjid Damaskus, lalu aku menyebutkan hadits iu kepadanya, maka ia berkata: "Dia (Abu Darda') benar, dan akulah yang menuangkan air wudhu untuk beliau."
Hadits ini tidak menunjukkan batalnya wudhu karena muntah secara mutlak, karena hanya sekedar perbuatan beliau saw. Dan huku asal perbuatan tidak menunjukkan wajib. Paling tidak hal itu disyariatkan mencontoh beliau dalam hal ini (anjuran). Adapun wajib berwudhu (batalnya wudhu dengan sebab muntah) maka harus dengan dalil yang khusus, dan tidak ada dalil. Oleh karena itu, sebagian besar ulama peneliti berpendapat bahwa muntah tidak membatalkan wudhu, di antara mereka adalah Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimullah dalam Fatawa-nya dan selainnya Wallahu a'lam.
TERTAWA TERBAHAK-BAHAK DI DALAM SHALAT MAUPUN DI LUAR SHALAT
Para ulama bersepakat bahwa tertawa di lau shalat tidaklah membatalkan thaharah dan tidak mewajibkan wudhu. Mereka juga bersepakat bahwa tertawa dalam shalat dapat membatalkan shalat. Namun mereka berselisih pendapat tentang batalnya wudhu karena tertawa dalam shalat. Pendapat yang benar adalah pendapat yang mengatakan bahwa tertawa dalam shalat tidak membatalkan wudhu, ini pendapat Imam asy-Syafi'i, Malik, Ahmad, Ishaq, dan Abu Tsaur. Pendapat ini berdasarkan hadits dari Jabir ra secara mauquf bahwa ia ditanya tentang seseorang yang tertawa dalam shalatnya? Maka ia menjawab: "Ia mengulangi shalatnya dan tidak mengulangi wudhunya." (HR. Al-Bukhari secara mu'allaq (Fat-hul Bari I/280)
MEMANDIKAN JENAZAH DAN MENGUSUNGNYA
Memandikan jenazah atau mengusungnya tidak membatalkan wudhu, menurut pendapat yang rajih (kuat) di kalangan ulama. Tetapi sebagian ulama menganjurkan bagi siapa saja yang telah memandikan jenazah supaya mandi dan bagi siapa saja yang telah mengusung jenazah supaya berwudhu. Hal ini berdasarkan hadits Abu Hurairah ra bahwa Rasulullah saw bersabda: "Barangsiapa yang memandikan jenazah hendaklah ia mandi, dan barangsiapa yang mengusung jenazah hendaklah a berwudhu.
KERAGUAN ORANG YANG BERWUDHU AKAN SUATU HADATS
Barangsiapa telah berwudhu dengan sempurna, kemudian ia ragu apakah ia berhadats ataukah tidak, maka ia tetap pada hukum asal yang diyakininya yaitu suci, sampai ia yakin betul bahwa ia berhadats. Jika ia ragu-ragu tentang suatu hadats pada saat sedang shalat maka ia tidak perlu berpaling atau membatalkan shalatnya sampai ia yakin benar bahwa ia telah berhadats.
Hal ini berdasarkan hadits Abu Hurairah ra, ia berkata: "Rasulullah saw bersabda: 'Apabila salah seorang dari kalian mendapati sesuatu dalam perutnya kemudian membuatnya bingung dan ragu, apakah telah keluar sesuatu darinya ataukah tidak? Maka janganlah ia keluar dari masjid sampai ia mendengar suara kentut atau mendapati baunya.'
MERASAKAN KELUARNYA TETESAN AIR KENCING
Masalah ini sama dengan poin sebelumnya. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimullah pernah ditanya tentang seseorang yang merasakan tetesan air kencing ketika melakukan shalat, apakah itu membatalkan wudhu ? Maka beliau menjawab: "Sekedar merasakan saja tidak membatalkan wudhu, dan ia tidak boleh keluar dari shalat wajibnya karena keraguan semata. Karena telah shahih dari Nabi saw bahwa beliau ditanya tentang seseorang yang mendapatkan sesuatu (keraguan) dalam shalatnya maka beliau bersabda: 'Janganlah ia keluar (dari shalat) hingga ia mendengar suara (kentut) atau mencium baunya.'
Adapun jika ia meyakini keluarnya air kencing ke bagian luar kemaluannya maka wudhunya batal dan ia wajib beristinja. Kecuali jika ia memiliki penyakit kencing terus menerus (beser), maka shalatnya tidak batal karena hal itu, apabila ia sudah melakukan apa yang diperintahkan kepadanya. Wallahu a'lam.
MENCUKUR RAMBUT, MEMOTONG KUKU, DAN MELEPAS KHUFF
Semua perbuatan di atas tidak membatalkan wudhu karena tdak adanya dalil. Al-Hasan al-Bashri rahimullah berkata: "Apabila seseorang mengambil sebagian rambut atau kukunya atau melepaskan kedua khuffnya, maka ia tidak wajib berwudhu." Wallahu a'lam.
Baca juga :
Oleh Yazid bin Abdul Qadir Jawas
Labels:
Wudhu
Thanks for reading HAL-HAL YANG TIDAK MEMBATALKAN WUDHU. Please share...!
0 Comment for "HAL-HAL YANG TIDAK MEMBATALKAN WUDHU"