Sajadah Muslim ~ Sebut saja dia Rina. Muslimah yang sedang berkunjung ke rumah saudaranya di daerah X ini tercengah melihat pemandangan tak lazim. Di satu sisi, ia senang dengan nuansa syiar keislaman yang kental, apalagi di hari jumat. Alunan ayat suci Al-Quran berkumandang sejak pagi. Muda-mudinya hilir mudik ke masjid. Tapi beberapa waktu kemudian ia bertanya, mengapa kaum muslimah di kampung X itu ikut-ikutan ke masjid juga untuk shalat jumat? Bukankah shalat jumat hanya diwajibkan bagi laki-laki saja?
Pandangan Rina memang baik, sebab dalam Al-Quran telah dijelaskan bahwa perintah shalat jumat diwajibkan kepada laki-laki saja. “Hai orang-orang yang beriman, apabila diseur untuk menunaikan shalat jumat. Maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.” (QS. Al Jumu’ah : 9)
Al-Qurthubi menjelaskan bahwa kalimat “orang-orang beriman” dalam ayat di atas ditujukan kepada orang-orang yang mukallaf menurut ijma’ ulama sehingga tidak termasuk di dalamnya orang sakit, musafir (sedang bepergian), budak, kaum wanita berdasarkan dalil, orang yang buta dan tua renta yang tidak mampu berjalan kecuali dengan dituntun seseorang.
Dalam hadits pun disebutkan, diriwayatkan dari Jabir bahwa Rasulullah saw bersabda, “Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir, maka wajib atasnya shalat jumat pada hari jumat kecuali orang sakit, musafir, wanita, anak kecil, atau budak. Barangsiapa yang sedang mencari kekayaan dengan berdagang cukuplah Allah baginya. Dan Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji.” (HR. Daruquthni).
Dalam Fiqih wanita, Syaikh Kamil Muhammad ‘Uwaidah mengutip hadits riwayat Abu Dad yang menyebutkan bahwa shalat jumat adalah perintah yang benar-benar di wajibkan bagi setiap muslim untuk melakukannya secara berjamaah, kecuali empat kelompok; hamba sahaya, wanita, anak kecil dan orang sakit. Mereka yang disebutkan dalam hadits tersebut tidak berkewajiban untuk mengerjakan shalat Zhuhur, kecuali anak yang belum baligh. Bagi yang mengerjakan shalat jumat, maka shalatnya sah dan kewajiban mengerjakan shalat Zhuhur gugur. Pada zaman Rasulullah, kaum wanita dating ke masjid dan ikut mengerjakan shalat jumat bersamanya.
Tidak Wajib Tapi Boleh
Dengan demikian jelas bahwa wanita muslimah tidak diwajibkan menunaikan shalat jumat di masjid meskipun dalil syara’ membolehkannya. Akan tetapi tak bias disalahkan terjadi silang pendapat di antara para ulama mengenai hal ini dengan beberapa pertimbangan. Menurut Abu Hanifah dan dua orang sahabatnya bahwa makruh bagi seorang wanita yang masih muda menghadiri shalat berjamaah (di masjid) secara mutlak karena dikhawatirkan adanya fitnah. Abu Hanifah mengatakan bahwa tidak mengapa bagi seorang wanita yang sudah tua pergi ke masjid untuk shalat shubuh, maghrib dan isya karena nafsu syahwat bisa menimbulkan fitnah di waktu-waktu selain itu.
Orang-orang fasiq tidur pada waktu shubuh dan isya kemudian mereka disibukkan dengan makanan pada waktu Maghrib. Sedangkan kedua orang sahabatnya membolehkan bagi seorang wanita yang sudah tua pergi ke masjid untuk melakukan semua shalat karena tidak ada fitnah di dalamnya dikarenakan kecilnya keinginan (syahwat) seseorang terhadapnya. Sedang para ulama Maliki mengatakan bahwa dibolehkan bagi seorang wanita dengan penuh kesucian dan tidak memikat kaum laki-laki untuk pergi ke masjid melakukan shalat berjamaah, Id, jenazah, istisqa (shalat meminta hujan), kusuf (Shalat gerhana) sebagaimana dibolehkan bagi seorang wanita muda yang tidak menimbulkan fitnah pergi ke masjid (shalat berjamaah) atau shalat jenazah kerabatnya. Adapun apabila dikhawatirkan terjadinya fitnah, maka tidak diperbolehkan baginya untuk pergi ke masjid secara mutlak.
Sementara para ulama Syafi’I dan Hambali mengatakan bahwa makruh bagi para wanita yang cantik atau memiliki daya tarik, baik ia adalah seorang wanita muda ataupun tua untuk pergi ke masjid shalat berjamaah bersama kaum laki-laki, karena hal itu merupakan sumber fitnah. Dan ia hendaknya shalat di rumahnya. Dan dibolehkan bagi para wanita yang tidak menarik untuk pergi ke masjid jika ia tidak mengenakan wangi-wangian dan atas izin suaminya meskipun sesungguhnya rumahnya lebih baik baginya, berdasarkan sabda Rasulullah saw, “Janganlah engkau melarang para wanita itu pergi ke masjid meskipun rumah mereka lebih baik bagi mereka.”
Di dalam lafazh lainnya disebutkan, “Apabila para wanita kalian meminta izin kepada kalian pada waktu malam hari untuk ke masjid, maka izinkanlah mereka.” (HR. Jama’ah kecuali Ibnu Majah) yaitu jika aman dari kerusakan (fitnah). Juga sabdanya saw, “Janganlah kamu melarang para wanita ke masjid, hendaklah mereka keluar tanpa memakai wangi-wangian.” (HR. Ahmad, Abu Daud dari Abu Hurairah) dan dari Ummu Salamah bahwa Rasulullah saw bersabda, “Sebaik-baik masjid bagi kaum wanita adalah di dalam rumahnya.” (HR. Ahmad).
Jika menilik alasan-alasan ketidakwajiban di atas, jelas terlihat bahwa ketidakwajiban shalat Jumat bagi wanita sama halnya dengan ketidakwajiban mereka melaksanakan shalat di masjid (shalat wajib). Semua itu semata-mata didasari kekhawatiran akan timbulnya fitnah. Pendapat para ulama mazhab tersebut bila dikaitkan dalam konteks zaman saat ini memang seakan kurang relevan, mengingat pandangn masyarakat terhadap perempuan sudah jauh lebih baik terbuka. Akses untuk terlibat dalam kegiatan publik, apalagi menyangkut soal ibadah, kaum perempuan kini mendapat porsi yang cukup besar.
Kekhawatiran timbulnya fitnah memang bisa jadi bersumber dari diri perempuan, terutama bagi mereka yang tidak mampu menjaga muru’ah dan martabat kesuciannya di hadapan orang lain, mempertontonkan aurat dan menampakkan perilaku tercela. Seiring dengan itu, lawan jenis pun akan mudah terpancing oleh provokasi sikap wanita-wanita yang tidak bisa menjaga diri tersebut. Tetapi ada satu pandangan yang cukup beralasan dan patut dipertimbangkan kaum perempuan kebanyakan, utamanya bagi ibu-ibu rumah tangga. Menurut mantan ketua MUI Pusat, Prof. KH. Ali Yafie, ketidakwajibannya perempuan shalat jumat di masjid, salah satu contohnya adalah sebab perempuan menjadi ibu yang terikat dengan rumah tangga. Sedang kewajiban memasak untuk suami dan anak-anaknya wajib diutamakan dari pada shalat jumat. Oleh sebab itu, mereka tidak diwajibkan dan cukup shalat Zhuhur di rumah saja.
Karena itu, jika mereka tetap melaksanakan shalat jumat berjamaah, hukumnya adalah sah dan tidak ada dosa baginya. Dalam praktiknya, mereka pun sama seperti laki-laki yang jika sudah diwajibkan melaksanakan shalat jumat, maka tak perlu lagi menunaikan shalat Zhuhur. Mereka pun disunnahkan untuk mandi dan berpakaian bersih. Dalam Fatawa Al-Lajnah Ad-Da’imah Lil Ifta VII/212, jika seorang wanita melaksanakan shalat jumat bersama imam jumat, maka telah cukup shalat jumat itu untuk menggantikan pelaksanaan shalat zhuhur, dan tidak boleh baginya untuk melaksanakan shalat zhuhur pada hari itu. Adapun jika melaksanakannya seorang diri, maka tidak boleh baginya untuk melaksanakan shalat kecuali shalat Zhuhur dan tidak boleh baginya melaksanakan shalat jumat.
Terkait dengan hal ini, diketahui pula bahwa pada zaman Rasulullah saw sebagian sahabat wanita mampu menghafalkan surat Qaff dari lisan Rasulullah saw pada saat shalat jumat. Hal ini menunjukkan bahwa pada masa itu kaum wanita ikut serta menghadiri shalat jumat bersama kaum pria dan tidak ada larangan terhadap mereka dari Rasulullah saw, sebagaimana diriwayatkan dari putrid Haritsah bin an-Nu’man yang berkata, ‘Tidakkah aku menghafal surat Qaff kecuali dari bibir Rasulullah saw saat beliau berceramah kepadanya setiap hari jumat.” (HR. Muslim)
Sumber : Seputar Problematika Ibadah Kaum Muslimah
Labels:
Ibadah Kaum Wanita
Thanks for reading Bila Perempuan Muslimah Shalat Jumat. Please share...!
0 Comment for "Bila Perempuan Muslimah Shalat Jumat"