Sajadah Muslim ~ Memang kalau kita membuka kitab-kitab klasik soal zakat, tidak ada pembahasan yang spesifik soal zakat profesi. Pembahasan mengenai tipe zakat profesi tdak dapat dijumpai dengan tingkat kedetailan yang setara dengan tipe zakat yang lain. Kalau pun pekerjaan di bidang pertanian, peternakan, dan perdagangan aturan zakatnya sudah ada sejak dulu, terdapat di kitab-kitab klasik, karena pekerjaan-pekerjaan itu sudah ada sejak dulu. Sementara pekerjaan profesional di kantor-kantor, baik swasta atau negeri, pabrik-pabrik dan lain-lain tidak dibahas dalam kitab-kitab kuno. Jadi kalau kita merujuk pada kitab-kitab klasik memang tidak akan menemukan pendapat yang mengatur soal zakat profesi.
Ulama-ulama yang hidup pada puluhan abad silam, yang menyusun kitab-kitab fiqih klasik itu, belum mengenal mekanisme bisnis seperti yang banyak sekarang. Mungkin saja lapangan pekerjaan waktu itu masih sebatas yang kasar-kasar, turun ke lapangan langsung, berdagang di pasar, pergi ke sawah dan ladang. Berbeda dengan kondisi sekarang ini, dimana semuanya telah mengalami perkembangan yang luar biasa. Demikian pula praktik bisnis sudah demikian canggihnya. Profesi dokter yang hanya membuka beberapa jam saja dalam setiap hari, penghasilannya setiap bulan bisa lebih tinggi dari petani yang menggarap sawah tiap hari dalam setahun.
Kemudian eksekutif muda yang berpakaian rapi yang cukup duduk manis dalam mengelola bisnisnya, bisa dipastikan lebih besar dari orang-orang yang hanya mengandalkan sawah ladang atau yang harus berjaga seharian di toko. Atau konsultan handal yang tidak perlu kesana-kemari namun sudah banyak klien yang menggunakan jasanya, yang penghasilannya sebulan melampaui mereka yang kerja keras mengandalkan otot dan fisik semata, seperti petani kasar.
Melihat kenyataan di atas, tentunya adil jika paa petani atau pedagang yang harus banting tulang seharian tetap dikenai zakat, sebagaimana diatur dan dijabarkan dalam Al-Quran, hadits serta kitab-kitab klasik, sementara yang cukup duduk santai di kantor-kantor yang penghasilannya melebihi dari pekerjaan petani yang harus berlumur dengan keringat dan kotoran tidak diwajibkan mengeluarkan zakatnya. Dari sinilah kemudian muncul ijtihad dari para ulama dengan mendasarkan teks Al-Quran yang ada serta analogi. Tidak hanya terpaku pada teks-teks klasik yang berbicara masalah zakat mal yang umumnya sudah kita ketahui bahwa zakat mal meliputi pertanian, peternakan, perdagangan, emas dan perak, pertambangan, dan sebagainya. Dasarnya adalah firman Allah swt, “......Ambillah olehmu zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka....” (QS. At-Taubah : 103)
Dan Firman Allah swt : “Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu. Dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu nafkahkan dari padanya, padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memicingkan mata terhadapnya. Dan ketahuilah bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji.”
Dari teks tersebut memang tidak disebutkan secara rinci tentang masalah profesi, karena Al-Quran hanya menyebut secara luas “usahamu yang baik-baik”, bila dibandingkan dengan zakat mal yang lain yang terungkap secara tekstual, namun bukan berarti lantas profesi tidak ada kewajiban zakat. Tidak, penghasilan yang didapat dari profesi tertentu seseorang yang telah memenuhi syarat-syarat mengeluarkan zakat, tetap harus mengeluarkan zakatnya. Karena zakat hakikatnya adalah pungutan terhadap kekayaan golongan yang memiliki kelebihan harta untuk diberikan kepada golongan yang membutuhkan. Memang wahyu Al-Quran turun berdasarkan konteks masyarakat masa itu, tetapi tetap relevan sepanjang masa.
Mengingat prinsip-prinsip kewajiban zakat itu juga terdapat pada pekerjaan-pekerjaan profesional, maka gaji pun dikenai wajib zakat. Ulama sepakat bahwa setiap pekerjaan atau keahlian profesional tertentu, baik yang dilakukan sendirian maupun bersama dengan orang atau lembaga lain, yang mendatangkan penghasilan halal yang memenuhi nisab (batas minimum untuk wajib zakat), maka wajib dikenakan zakatnya. Contohnya adalah pejabat, manajer, direktur, sekretaris, pegawai negeri atau swasta, dokter, konsultan, advokat, dosen, wartawan, seniman dan sebagainya.
Juga berdasarkan sebuah hadits shahih riwayat Imam Tirmdzi bahwa Rasulullah saw bersabda, “Keluarkanlah olehmu sekalian zakat dari harta kamu sekalian,” dan hadits dari Abu Hurairah ra, Rasulullah saw bersabda, “Sedekah hanyalah dikeluarkan dari kelebihan/kebutuhan. Tangan atas lebih baik dari pada tangan di bawah. Mulailah (dalam membelanjakan harta) dengan orang yang menjadi tanggung jawabmu.” (HR. Ahmad)
Pendapat Soal Zakat Profesi
Berdasarkan pendapat banyak ulama, zakat profesi itu bisa dilaksanakan setahun sekali atau sebulan sekali, atau berapa bulan sekali. Seorang yang mendapatkan penghasilan halal dan mencapai nisab (85 gr emas) wajib mengeluarkan zakat 2,5 %, boleh dikeluarkan setiap bulan atau di akhir tahun. Namun ada tiga pendapat terkait dengan masalah ini. Pendapat pertama, pengeluaran bruto, yaitu mengeluarkan zakat penghasilan kotor. Artinya, zakat penghasilan yang mencapai nisab dalam jumlah setahun, dikeluarkan 2,5 % langsung saat menerima sebelum dikurangi apapun. Jadi kalau penghasilan yang diperoleh dalam sebulan mencapai 2 juta rupiah x 12 bulan = 24 juta, berarti dikeluarkan langsung 2,5 % dari 2 juta tiap bulan = 50 ribu atau dibayar diakhir tahun = 600 ribu. Pendapat ini dikiyaskan dengan beberapa harta zakat yang langsung dikeluarkan tanpa dikurangi apapun, seperti zakat ternak, emas perak, ma’dan dan rikaz.
Pendapat kedua, dikurangi operasional, yaitu setelah menerima penghasilan yang mencapai nisab, maka dipotong dahulu dengan biaya operasional kerja. Contohnya, seorang yang mendapat gaji 2 juta rupiah sebulan, dikurangi biaya transport dan konsumsi harian di tempat kerja sebanyak 500 ribu, sisa 1,5 juta, maka zakatnya dikeluarkan 2,5 % dari 1,5 juta = Rp. 37.500,-
Baca juga :
- Zakat Dalam Islam
- Zakat Dalam Al-Quran dan Hadits
- Keutamaan Infaq, Sedekah Jariah, Sedekah dan Zakat
Pendapat ketiga, pengeluaran bersih, yaitu mengeluarkan zakat dari harta yang masih mencapai nisab setelah dikurangi untuk kebutuhan pokok sehari-hari, baik pangan, papan, hutang dan kebutuhan pokok lainnya untuk keperluan dirinya, keluarga dan yang menjadi tanggungannya. Jika penghasilan setelah dikurangi kebutuhan pokok masih mencapai nisab, maka wajib zakat, akan tetapi kalau tidak mencapai nisab tidak wajib zakat karena bukan lagi termasuk muzakki (orang yang wajib zakat) bahkan menjadi mustahiq (orang yang berhak menerima zakat) karena penghasilannya tidak cukup untuk memasok kebutuhan pokok sehari-hari. Hal in berdasarkan hadits riwayat Imam Bukhari dan Hakim bin Hizam bahwa Rasulullah saw bersabda, “.....Dan paling baiknya zakat itu dikeluarkan dari kelebihan kebutuhan....”.
Menurut pendapat ini, pengambilan dari pendapatan atau gaji bersih dimaksudkan supaya hutang bisa dibayar bila ada dan biaya hidup seseorang dan yang menjadi tanggungannya bisa dikeluarkan karena biaya hidup seseorang merupakan kebutuhan pokok seseorang, sedangkan zakat diwajibkan atas jumlah senisab yang sudah melebihi kebutuhan pokok. Juga harus dikeluarkan biaya dan ongkos-ongkos untuk melakukan pekerjaan tersebut, berdasarkan kiyas hasil bumi bahwa biaya harus dikeluarkan terlebih dahulu baru dikeluarkan zakatnya.
Penghasilan Yang Tidak Teratur
Terkadang banyak orang yang mendapatkan penghasilan dari profesi mereka secara tidak teratur. Dokter bisa setiap hari mendapatkan penghasilannya, advokat, kontraktor dan sebagainya mendapatkan saat-saat tertentu, sebagian pekerja menerima upah setiap minggu atau dua minggu, dan kebanyakan pegawai menerima gaji mereka setiap bulan.
Ada dua kemungkinan, menurut Yusuf Qardhawy, memberlakukan wajib zakat bagi orang yang penghasilannya tidak teratur. Pertama, memberlakukan nisab dalam setiap jumlah pendapatan atau penghasilan yang diterima. Dengan demikian penghasilan yang mencapai nisab seperti gaji yang tinggi dan honorarium yang besar para pegawai dan karyawan, serta pembayaran-pembayaran yang besar kepada para golongan profesi, wajib dikenakan zakat. Sedangkan yang tidak mencapai nisab, tidak terkena. Ini dapat membebaskan orang-orang yang mempunyai gaji yang kecil dari kewajiban zakat dan membatasi kewajiban zakat hanya atas pegawai-pegawai tinggi dan tergolong tinggi saja. Ini lebih mendekati kesamaan dan keadilan sosial.
Kedua, mengumpulkan gaji atau penghasilan yang diterima berkali-kali itu dalam waktu tertentu. Ketentuan setahun berlaku disini. Karena faktanya pemerintahan mengatur gaji pegawainya berdasarkan ukuran tahun, meskipun dibayarkan perbulan karena kebutuhan pegawai yang mendesak. Berdasarkan hal itulah zakat penghasilan bersih seorang pegawai dan golongan profesi dapat diambil dalam setahun penuh, jika pendapatan bersih setahun itu mencapai satu nisab.
Kita tahu bahwa zakat merupakan lambang pensyukuran nikmat, pembersihan jiwa, pembersihan harta dan dan pemberian hak Allah swt, yang di dalamnya ada hak untuk masyarakat, dan hak orang yang lemah. Ini menegaskan bahwa zakat wajib dipungut dari hasil kerja apapun yang halal yang telah memenuhi wajib zakat.
Referensi : Berbagai Sumber.
Labels:
Puasa Zakat
Thanks for reading Zakat Profesi, Zakat Bagi Para Pekerja. Please share...!
1 Comment for "Zakat Profesi, Zakat Bagi Para Pekerja"
maaf saya boleh tanya nama penulisnya?
atau sumber refrensi materinya..??